BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – PT. RAPP, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belakangan memang ramai dicuatkan di media soasial. Pertarungan KLHK versus RAPP ternyata menyulut perhatian banyak pihak. “Di tempat kami itu juga hangat diperbincangkan di meja warung kopi,” kata Sekjen Jariangan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) Isnadi, Rabu (20/12/2017).Â
Mulai dari masyarakat awam hingga kaum akademisi kaget dengan sikap RAPP melawan KLHK. Kata Isnadi, ini ikhwal gugatan terhadap pemerintah sebagai mana surat permohonan putusan untuk memperoleh putusan atas penerimaan keberatan yang diajukan pemohon PT. RAPP terhadap keputusan KLHK Nomor SK 5322/Men-LHK-PHPL/UHP//HPL.1/10/2017 tanggal 16 Oktober 2017 tentang Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.93/VI-BUHT/2013 tentang Persetujuan Revisi Rencana Kerja Usaha Pemanfaatn Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) untuk jangka waktu 10 tahun priode tahun 2010-2019 atas nama PT. RAPP itu.Â
“Semua orang tahu RAPP menyewa 10 orang kuasa hukum dari Kantor Hukum Zoelva & Partners. Dr Hamdan Zoelfa SH MH, mantan Ketua Makamah Konstitusi menjadi satu dari sepeuluh kuasa hukum yang membantu RAPP untuk memenangkan gugatan atas surat keputusan pembatalan RKU,” sambungnya.Â
sumber foto: Jilkalahari
RKU itu penting bangi RAPP, sebagai alas pijak legal dan 61 perusahaan suplayernya dalam grup APRIL. Legal itu yang membuat mereka bisa menebang dan menanam akasia di lahan gambut, menggali kanal-kanal, sehingga gambut mengering. Itu sebuah subsidensi dan kekeringan yang berimplikasi pada Kebakaran Hutan dan Lahan di dalam maupun di sekitar areal konsesi PT. RAPP
SK.180/Menhut-II/2013 menyebut seluas 338.536 hektare-merupakan perubahan ke empat dari SK sebelumnya-lebih dari sebagian dari luasan tersebut berada di wilyah gambut dan pulau kecil bergambut di Riau, seperti Semenanjung Kampar dan Pulau Padang.
Kata Isnadi, saat ini pro dan kontra atas seteru antara KLHK dan PT. RAPP menjadi perbincangan banyak kalangan. Ada yang menyebut Menteri LHK melanggar prinsip hukum universal dan ‘pinter pinteran’.Â
“Bahkan Hamdan Zoelva kuasa hukum PT. RAPP dalam sebuah media mengatakan: Menteri LHK tidak paham hukum dan membuat ketidakpastian hukum,” sambungnya.Â
Namun di luar polemik itu, saat ini kehidupan masyarakat gambut dan ekosistem gambut sedang dipertaruhkan. Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem gambut melalui PP Nomor 57 tahun 2016 dianggap sebagai langkah bijak dan strategis oleh KLHK. Itu upaya untuk melakukan penangulangan Karhutla yang kerap terjadi, terutama di dalam dan di sekitar areal konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) seperti PT RAPP.
Namun, ada hal lain jauh lebih penting, pembatalan RKU PT. RAPP juga langkah tepat yang harus ditindak lanjuti dengan pencabutan perizinan IUPHHK-HTI PT. RAPP oleh pemerintah, hal ini menyangkut pada konflik-konflik sosial dan teritorial yang tidak kunjung terselesaikan antara PT. RAPP dan JMGR.Â
“Kami mencatat ada lebih dari 68 konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan hutan tanaman yang terafiliasi dengan APRIL Grup termasuk PT. RAPP di Riau,” kata Isnadi.Â
Dalam hal ketenagakerjaan, PT. RAPP tidak berkontribusi banyak menyerap tenaga kerja terutama warga tempatan, misalnya saja di areal konsesi blok Pulau Padang dari 35.000 hektare areal izin IUPHHK-HTI yang dikuasai hanya mempekerjakan 107 orang warga lokal yang mayoritas sebagai penjaga keamanan. Sedangkan di Siak, dari 51,169 hektare areal konsesi yang dikuasai hanya ada 583 karyawan yang terakomodir dan sebagian dari itu bukanlah masyarakat setempat. Ini nyata sebagai bentuk ketimpangan penguasaan lahan dan kontribusi terhadap membangun kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar konsesi HTI.Â
sumber foto: Jilkalahari
Dalam kontek pengajuan permohonan keberatan ke PTUN yang sedang dilakukan oleh PT. RAPP terhadap putusan KLHK, kata Isnadi, kuasa hukum PT. RAPP, Kuasa Hukum KLHK dan hakim perlu melihat dan mepertimbangan persoalan-persoalan ini sebagai dasar dalam menetapkan keputusan. Karena semua itu menyangkut pada hajat hidup masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang hidup dengan gambut di Riau.Â
Putusan yang tidak berpihak pada aturan pemerintah tentang ekosistem gambut akan berdampak pada kehidupan masyarakat gambut, ekosistem gambut dan upaya-upaya pemerintah dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut termasuk upaya restorasi gambut yang dijalankan Badan Restorasi Gambut (BRG).Â
Baca:Â
Soal RAPP, DPRD Minta Ketegasan Pemprov Riau
Jawaban RAPP Soal Tudingan Membangkang Terhadap Negara
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau, Rasidin Siregar mengatakan sesuai Perda, perusahaan di Riau harus mempekerjakan setidaknya 70% tenaga tempatan. Aturan 70% ini juga berlaku seandainya tenaga kerja tempatan tidak mencukupi, sehingga harus menggunakan 30% tenaga kerja luar daerah. “Kita kan ada Perda soal itu,” ujar Rasidin.Â
Untuk kasus PT. RAPP, sampai saat ini, RAPP belum memenuhi kuota tenaga kerja tempatan 70%. Hal ini disebabkan tenaga kerja tempatan belum memenuhi kualifikasi yang ditetapkan RAPP.
“Itu tugas pemerintah setempat, dan juga perusahaan, untuk menciptakan tenaga kerja tempatan yang sesuai dengan kualifikasi perusahaan, melalui pelatihan dan training,” tambahnya.
sumber foto: Jilkalahari
Head of Corporate Communications PT. RAPP, Djarot Handoko, dalam sebuah klarifikasi yang dikirimnya ke redaksi bertuahpos.com, sudah menyampaikan persoalan ini.Â
RAPP sebagai perusahaan, beritikad baik telah melakukan investasi sesuai dengan perijinan yang telah diberikan oleh pemerintah berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Dalam penjelasan itu, Djarot menjelaskan, jika merujuk pada PP 71/2014Â yang telah diubah dengan PP 57 / 2016, khususnya pasal 45a menyebutkan: izin usaha dan atau kegiatan untuk memanfaatkan ekosistem gambut pada fungsi lindung ekosistem gambut yang izinnya terbit sebelum PP ini berlaku dan sudah beroperasi, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu izin berakhir.
Dengan pembatalan RKU PT RAPP melalui surat keputusan 5322/2017, yang mana RKU PT RAPP masih berlaku hingga 2019, maka kami mengajukan keberatan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU No.30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 9 (ayat 1) menyebutkan bahwa: Setiap keputusan dan/atau tindakan wajib berdasarkan peraturan dan perundang-undangan dan AUPB.
“Keberatan yang diajukan RAPP terhadap SK Pembatalan RKU telah lewat dari 15 hari kerja dan sampai permohonan ini diajukan ke PTUN, KLHK tidak juga menerbitkan keputusan. Oleh karena itu, RAPP mengajukan permohonan ke PTUN,” ujarnya.Â
Soal lain yang dituduhkan, Djarot memberi jawaban bahwa PT. RAPP berkomitmen pada perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, dan juga praktik bisnis secara berkelanjutan. Perusahaan secara penuh bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat setempat untuk meningkatkan kualitas tata kelola HTI yang baik di lahan gambut secara berkelanjutan sehingga dapat mencegah terjadinya Karhutla.Â
“Kami senantiasa menjalankan usaha berdasarkan izin yang sah dan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan selalu berkonsultasi dengan Kementerian untuk memastikan kegiatan operasional Perusahaan tetap berjalan. Perusahaan menghormati proses hukum yang sedang berjalan di PTUN Jakarta Timur,” kata Djarot. (bpc3)