BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Malaysia berpeluang mengambil pasar ekspor crude palm oil (CPO) yang ditinggalkan Indonesia imbas larangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan Malaysia yang sebelumnya memiliki porsi sekitar 27 persen dari total produksi CPO dunia berpotensi menguasai 84 persen ekspor CPO.
“Dengan absennya Indonesia di pasar CPO internasional pasca pelarangan ekspor, akhirnya Malaysia menjadi penguasa 84 persen total ekspor CPO,” ujarnya dikutip dari CNNIndonesia.com.
Ia mengatakan kesalahan kebijakan ini dapat membuat Malaysia mendapatkan ‘durian runtuh’ sebanyak dua kali lipat. Pertama, harga CPO pasca pelarangan ekspor naik 9,8 persen dibanding satu bulan yang lalu. “Harga CPO saat ini tercatat 6.400 RM per ton,” imbuhnya.
Kemudian, larangan ini turut membuat devisa ekspor yang hilang hingga US$3 miliar per bulan atau setara Rp43,5 triliun per bulan (asumsi kurs Rp14.531 per dolar AS) karena hasil ekspor CPO Indonesia lari ke Malaysia.
Tak hanya itu, importir sawit, khususnya di India, China dan Eropa akan mencari alternatif sawit ke Malaysia. Akibatnya, petani dan ekosistem industri CPO Malaysia kebanjiran kontrak.
Dikhawatirkan kontrak berlaku jangka panjang minimum satu tahun ke depan. Sehingga, saat Indonesia membuka kembali keran ekspor, bisa jadi calon pembeli sudah terlanjur terikat kontrak dengan Malaysia.
“Ketika pelarangan ekspor CPO dicabut, tidak mudah bagi produsen sawit Indonesia mencari calon buyer karena sudah terikat kontrak dengan Malaysia,” jelasnya.
Selain itu, Indonesia akan sulit mendapatkan kembali pembeli CPO di pasar internasional, karena muncul kekhawatiran bahwa kebijakan perdagangan Indonesia dapat berubah lagi.
“Iya tidak semua otomatis kembali normal. Apalagi, dampak pelarangan ekspor CPO menimbulkan trauma bagi buyer di luar negeri karena ketidakpastian kebijakan di Indonesia cukup tinggi,” terang dia.***