BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Dana yang kembali ke investor (Ekuitas) Asia terus mengalami arus keluar dana investor asing, terutama di sepanjang Mei 2022.
Sejumlah faktor penyebab, yakni adanya kecemasan dari para investor terhadap langkah pengetatan moneter yang bakal diambil bank sentral.
Selain itu, kebijakan China yang terus melakukan lockdown untuk mengantisipasi merebak kembali kasus Covid-19 sangat mengganggu rantai pasokan, sehingga terus menghantui pasar.
Menurut data bursa saham di Taiwan, India, Korea Selatan, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan Thailand menggambarkan bahwa investor asing telah melakukan penarikan dana hingga USD3,69 miliar dari ekuitas Asia, sepanjang Mei lalu.
Meski demikian, arus dana keluar masih dianggap yang terkecil jika dibandingkan dalam 5 tahun terakhir.
“Melonjaknya suku bunga riil dan kekhawatiran terhadap resesi, memacu aksi jual ekuitas di seluruh dunia,” kata ahli strategi ekuitas Asia-Pasifik di BNP Paribas Manishi Raychaudhuri.
“Terlebih lagi arus keluar dari aset berisiko seperti ekuitas emerging market (EM) Asia. Kekhawatiran seputar pengetatan The Fed dan pengetatan kuantitatif yang akan datang terus menekan mata uang Asia.”
Reuters melaporkan di awal Juni 2022, bahwa investor asing setidaknya melepas ekuitas India senilai USD5,18 miliar—jumlah terbesar sejak Maret 2020—di tengah kekhawatiran atas pelemahan rupee dan kenaikan harga minyak.
Sedangkan ekuitas Indonesia dan Filipina juga mengalami arus keluar. Sebaliknya, Taiwan, Thailand, dan Korea Selatan masih menerima arus masuk senilai USD819 juta, USD611 juta, dan USD168 juta.
Hanya saja Indonesia, Thailand dan Vietnam masih diuntungkan jika dilihat dari perubahan rute rantai pasokan.
“Sebab pasar masih mencoba untuk mendiversifikasi ketergantungan pada China, baik di tengah ketegangan perdagangan dan masalah terkait Covid,” kata ahli strategi DailyFX Ilya Spivak.
Para analis berpendapat ekuitas regional relatif lebih tangguh kali ini. Meskipun tertekan aksi jual agresif investor asing.
Ketangguhan itu tak lepas dari kepemilikan cadangan devisa yang kuat di bank-bank sentral EM Asia dan fundamental ekonomi yang lebih baik.***