BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Masih banyak perilaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Riau yang bolos di jam kantor semakin membuat kesan hal tersebut adalah biasa. Alhasil, Â muncul anggapan disebagian kalangan PNS di lingkungan daerah Riau yang kerap menghabiskan waktu di kedai kopi pada jam kerja merupakan suatu tradisi orang melayu.
“Kalau ngopi di jam kantor itu memang tidak benar. Tidak bisa dikaitkan begitu (Budaya ngopi). Seolah olah perilaku itu tidak bisa dilarang karena sudah tradisi. Tidak bisa dikaitkan begitu,” ujar Budayawan Riau, GP Ade Darmawi.
Menurut Budayawan Pilihan Yayasan Sagang tahun 2012 ini, tipikal menghabiskan waktu di warung kopi oleh sebagian PNS di Riau merupakan perilaku perorangan. “Itu kebiasaan orang per orang maupun kelompok, jadi karena kita di Riau ini mayoritas melayu apa yang dibuat orang melayu selalu dianggap suatu tradisi, tidak bisa dikaitkan begitu,” terangnya.
Di satu sisi, Ade melihat warung kopi sedari dulu memang dikenal sebagai tempat berbual-bual. “Seperti tokoh yang kita kenal young dolah, dia sering kumpul di warung kopi membicarakan ikhwal dirinya, keluarganya, dan juga lingkungan sekitar, memang di kedai kopi,” jelasnya.
Namun bagi Ade kebiasaan nongkrok di kedai dan menghabiskan waktu jam kerja tetap tidak dibenarkan. Jika yang di bicarakan tak bermanfaat ada di istilah melayu di sebut bual bual kueh basi, yang hanya untuk menghabiskan waktu, karena tak ada kegiatan.
“Orang dah berganti, diamasih aja ada di situ, hal itu yang di sebut bual-bual kue basi. Dan itu dikalangan masyarakat  sudah dianggap tidak baik,” sebut wakil dekan III, Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUska Riau.
Seperti yang diberitakan sebelumnya Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau M Guntur, menyebut tipikal PNS di Riau identik dengan kultural kedai kopi. Hal itu dibuktikan dari kerap terjaringnya PNS oleh satuan polisi pamong praja (Satpol PP).
Padahal semestinya sebagai abdi negara PNS mesti melayani masyarakat sesuai tugas pokok dan fungsinya. “Apakah ini tipikal kita di Riau, atau kultur ataupun memang karena faktor kemalasan,” berang Guntur.(riki)