BERTUAHPOS.COM — Belanja pemerintah masih menjadi penyokong utama roda ekonomi di Provinsi Riau. Namun, di balik peran vital itu, realisasi belanja modal justru tersendat — baru menyentuh angka tak sampai 1% dari total anggaran hingga Februari 2025.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Riau, Heni Kartikawati, menyebut belanja pemerintah masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Riau.
Namun, kondisi efisiensi anggaran dan ketidakpastian ekonomi global membuat masyarakat cenderung menahan konsumsi dan lebih memilih menabung.
“Meskipun pemerintah tetap menjadi motor penggerak perekonomian, kebijakan efisiensi anggaran membuat kontribusi belanja investasi menurun. Ditambah lagi, dinamika politik dan ketidakpastian ekonomi turut memengaruhi perilaku masyarakat yang saat ini lebih berhati-hati dan memilih menyimpan uangnya,” kata Heni dalam keterangan pers, Kamis, 20 Februari 2025.
Dia menegaskan pentingnya pemerintah daerah, khususnya melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau, untuk menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara optimal.
Heni mendorong upaya peningkatan penerimaan pajak, seperti pajak air permukaan, pajak air tanah, pembaruan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta peningkatan kepatuhan pembayaran PBB dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Heni juga menyoroti rendahnya realisasi belanja modal di Riau. Hingga Februari 2025, realisasi belanja modal baru mencapai Rp45,78 miliar atau 0,93 persen dari total pagu sebesar Rp4.899,45 miliar.
Dia meminta pemerintah daerah segera mempercepat belanja modal, terutama untuk pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, dan irigasi.
“Percepatan belanja modal sangat penting agar memberikan dampak multiplier terhadap pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur yang memadai akan meningkatkan daya saing Riau dalam menarik investasi,” ujarnya.
Heni mengingatkan bahwa pemerintah daerah wajib mengalokasikan minimal 40 persen dari APBD untuk belanja modal, sesuai amanat Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Selain itu, ia mendorong percepatan investasi di sektor-sektor prioritas, seperti pembangunan Kawasan Industri Kelapa di Indragiri Hilir, pengembangan industri crude palm oil (CPO) di Kawasan Industri Tanjung Buton, serta pengembangan pariwisata di Pantai Tanjung Lapin.
Dukungan terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga menjadi perhatian. Heni meminta agar pemerintah daerah mempermudah akses pembiayaan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi).
“Percepatan investasi di sektor-sektor andalan akan menciptakan sumber-sumber perekonomian baru, sehingga Riau tidak hanya bergantung pada komoditas mentah seperti sawit, migas, dan batu bara,” pungkasnya.
Menurut Heni, penguatan industri pengolahan dan hilirisasi sangat penting untuk meningkatkan daya saing dan menjaga pertumbuhan ekonomi daerah secara berkelanjutan.***