ADA yang tak biasa jika melongok ke Stand PT RAPP pada acara Bagholek Godang Festival 2022 Kampar, pada 6 Agustus 2022.
Di stand itu tak cuma terpanjang dokumentasi tentang produk olahan kertas — yang menjadi produk unggulan perusahaan pulp and paper itu — tapi juga terlihat peralatan mesin, pompa, lengkap dengan perangkat pendukungnya, ataupun informasi tentang jenis-jenis kayu akasia.
Tapi ada beberapa helai kain batik beraneka motif yang dipamerkan kepada pengunjung. Salah satu motif batik yang berhasil mencuri perhatian, yakni Batik Candi Muara Takus.
“Keindahan Candi Muara Takus telah menjadi inspirasi bagi program batik masyarakat Kampar binaan program CD RAPP,” kata General Manager (GM) Stakeholder Relations (SHR) PT RAPP, Wan Mohd Jakh Anza.
Batik bermotif Candi Muara Takus hanya satu dari sekian produk kerajinan masyarakat di Kampar, Riau, bergerak dibawah binaan RAPP.
Menariknya, produk-produk kerajinan ini terbukti berhasil menggerakkan ekonomi masyarakat lokal.
Batik khas Riau bermotif Candi Muara Takus ini mungkin baru dikenal, namun sepak terjangnya patut diacungi jempol.
Tidak cuma dilirik oleh pasar lokal, tapi keunikannya mampu menyedot perhatian internasional.
Buktinya, motif Candi Muara Takus Kampar yang jadi primadona di ajang Internasional Ipoh Fashion Week di Malaysia — sebuah ajang fashion internasional yang digelar di Negeri Jiran di tahun ini.
Tercatat dari 400 kunjungan 30% lebih produk lokal terjual.
Adapun produk yang paling banyak diburu adalah batik khas Kampar bermotif Candi Muara takus.
Lebih jauh mendalami tentang batik, seorang ahli dan peneliti batik Indonesia Ismadi menyebut, batik memang berawal dari Jawa dan merupakan pakaian kebesaran raja raja Jawa sejak Kerajaan Majapahit didirikan.
Sekitar akhir abad ke-18, batik mulai dikenalkan kepada masyarakat di luar keraton. Sejak saat itu, motif batik berkembang dengan pesat.
Tiga daerah yang sangat eksis memproduksi batik adalah Lasem, Solo dan Pekalongan.
Pendapat Ismadi, berbeda dengan pemerhati sejarah Kerajaan Muara Takus, Kampar, Hikmat Ishak.
Menurut Hikmat, kebudayaan membatik itu justru sudah ada di Kerajaan Muara Takus yang kini masuk wilayah Kabupaten Kampar Riau, pada abad ke-4 Masehi.
Dia berkata, bukti bahwa batik sudah ada pada abad ke-4, terlihat dari beberapa relief yang ditemukan di sekitar percandian Muara Takus.
Di dalam ‘relief’ (atau fragmen arca dan inskripsi mantra, pahatan vajra, gulungan daun emas dengan permukaan ukiran berpahat bunga dan mantra) serta pecahan tembikar, ditemukan gambar atau lukisan dengan motif batik yang hingga saat ini, masih dipertahankan pembatik asal Muara Takus Kampar.
“Batik ini diberi nama Batik Muara Takus,” kata Hikmat.
Bahkan, hingga kini, masih ditemukan pembatik asal Muara Takus yang membuat batik dengan corak-corak seperti di dalam relief dan potongan tembikar yang ditemukan di areal candi.
Menurut Wan Jakh, batik ini memiliki keunikan tersendiri dibanding motif batik lain.
Hal ini tentu memberikan peluang besar dan potensial untuk kembangkan, yang mana tujuannya tak lain untuk mengangkat perekonomian masyarakat lokal dengan mengedepankan produk-produk lokal.
Itulah salah satu alasan mengapa CD RAPP hadir untuk mengambil bagian, termasuk dalam agenda Bagholek Godang Festival 2022 di Kampar, Riau.***