BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Anggota DPR RI Dapil Riau Syahrul Aidi Maazat mengatakan bahwa selama ini masjid belum dikelola secara profesional.
Dia mengatakan manajemen masjid yang tepat sangat diperlukan untuk saat ini. Pengurus masjid diharapkan mampu mengelolanya secara profesional.
Hal ini diungkapkannya saat Rakerwil IKMI Wilayah Riau pada 20 Agustus 2023 di Aula IKMI Riau di Pekanbaru. Menurutnya, pengelolaan masjid yang tak profesional memberi dampak pada kemakmuran masjid.
“Banyak fenomena-fenomena baru yang saya temukan selama ini. Ada masjid besar, tapi jamaah kurang. Ada kas masjid yang puluhan juta, namun tidak produktif dan konstruktif,” katanya.
Selain itu, temuan lain adanya bangunan masjid yang dirobohkan setiap tahun. Hal ini menandakan bahwa pengelolaan masjid belum dilakukan secara profesional sebab dalam perencanaan pembangunannya tidak memikirkan alam jariyah dan niat para donatur.
Menurut ketua IKMI Kampar ini, ada 4 model manajemen masjid yang harus diterapkan oleh pengurus masjid agar dana ummat tepat sasaran.
Pertama, manajemen pembangunan yang tepat sasaran. Manajemen pembangunan harus terencana. “Kapan perlu menggunakan jasa konsultan agar dana ummat yang terpakai benar-benar terencana sehingga tidak perlu ada perombakan bangunan setelah jadi,” katanya.
“Jangan sampai bangunan tahun kemarin dirobohkan sekarang karena tidak lagi sesuai dengan keadaan kekinian. Bahkan ada juga kita temukan sudah belasan tahun masjid itu tidak selesai pembangunannya. Ada saja yang harus diperbaiki. Ini membuktikan pembangunan tidak terencana, ” katanya mengingatkan.
Kedua, manajemen ibadahnya. Manajemen ibadah perlu diatur sedemikian rupa. Salah satu item yang harus diperhatikan adalah saatnya pengurus dan jamaah menggaji imam masjid. Khususnya imam tetap shalat rawatib (shalat wajib).
Memang ada katanya perbedaan pendapat atas hal ini. Tapi kondisi masa lalu tidak bisa disamakan lagi dengan sekarang.
“Dulu para imam ini memang tidak digaji. Tapi yang perlu dicatat jamaah rutin memberikan kebutuhan harian seperti beras, buah-buahan, sayur mayur kepada para imam. Kebiasaan itu tidak ada lagi saat ini. Imam juga seperti kita banyak kebutuhan yang harus dipenuhi.” ucap alumni Al Azhar Kairo ini.
Salah satu efek kesejahteraan imam yang kurang ini adalah para imam yang tidak sesuai standar, khususnya adalah pada bacaan. Dia juga menyebut saatnya para hafizh muda diberdayakan. Memang dia tidak memungkiri sudah ada beberapa masjid yang menggaji imam, tapi itu masih sebagian kecil.
“Masjid cantik, megah, tapi imamnya tidak standar. Tidak akan makmur masjid, jika imamnya tidak standar. Imam berkualitas pasti butuh kenyamanan mereka.” ucapnya lagi.
Ketiga, dibutuhkan manajemen taklim (kajian) yang benar. Para da’i memberikan ceramah yang menyejukkan, menjawab pertanyaan umat. Para da’i jangan mendakwahkan kajian-kajian yang khilafiyah yang tidak dikuasainya. Malah itu akan membuat ummat makin bingung.
Keempat, adalah Manajemen Keuangan yang profesional. Harus jelas infak masjid dapat digunakan segala sesuatu untuk aktifitas masjid. Ada ditemukan masjid tidak bisa menggelar ceramah agama karena katanya infak masjid tidak bisa dipakai untuk itu.
Dia juga miris ketika kotak infak yang ada hanya kotak infak pembangunan dan anak yatim. Padahal para fakir di sekitar masjid yang tidak kalah banyaknya.
Harusnya masjid dapat menjawab solusi mereka. Maka setiap mengisi kajian di masjid dia menggalang program ‘Masjid Peduli’ para fakir miskin.***