BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Sebagai salah seorang wartawan senior, nama Djoko Su’ud Sukahar tentu sudah tidak asing lagi. Berbagai tulisan telah dilahirkannya.
Bagi anda yang penasaran dengan siapa itu Djoko Su’ud Sukahar, berikut ini sekilas mengenai kehidupan pria yang akrab dipanggil Djoko tersebut.
Djoko Su’ud Sukahar lahir pada tanggal 17 November 1954 di sebuah desa kecil bernama Karanggeneng, Lamongan, Jawa Timur. Besar dalam ‘kultur Majapahit’ dan ‘tradisi wali’ membuatnya tertarik mendalami serat, babad, dan sejarah sejak muda.
Kesukaannya jalan-jalan menjadikannya hafal legenda, sejarah serta tradisi mistik suku-suku di Indonesia. Sekitar 60 persen sampai 70 persen pernik-pernik suku itu didalaminya. Bahkan, berbagai keyakinan serta mantra dia kritisi untuk diambil hikmahnya, dan diuji secara pribadi tingkat kebaikan serta destruksinya.
Tidak hanya seputar tradisi mistis di Indonesia saja yang dia jelajahi, Djoko sendiri ternyata pernah cukup lama bermukim di Negera Srilanka dan India. Wilayah-wilayah mistik di ‘Negara Buddha’ dan ‘Negara Hindu’ itu dimasukinya.
“Dulu masa muda gak pernah diam, kamana-mana saya lakoni, kedarah-daerah yang banyak mistiknya sudah dilewati, dengan berkunjung dinegara lain dan wilayah lain. Banyak hal yang dapat diketahui, mulai dari budaya dan mistiknya,” ujarnya kepada kru bertuahpos dengan logat jawanya.
‘Wong Lamongan’ Djoko su’ud Sukahar atau akrab dipanggil mas Joko ini selalu bernomaden, dan tak lantas juga menjalankan umroh di penghujung millennium tiga, tepat bulan puasa sampai Hari Raya Idul Fitri.Â
Sebagai seorang penulis, kala itu metafisika Indonesia terdegradasi akibat ‘ketidak-tahuan’ penulisnya, melalui Jawa Pos Grup mas Joko juga mendirikan Tabloid Posmo. Tujuannya untuk menggugah para spiritualis dan antropolog negeri ini kritis, agar ‘kekayaan’ tidak dilahap bangsa lain.
“Bikin tabloid yang namanya Tabloid Posmo kala itu, tujuannya untuk menggugah para spiritualis dan antropolog biar gak diambil bangsa lain, “sebutnya.Â
Sekarang penulis sebagai kolumnis tetap di detik serta mengisi kolom sama di Harian Politik Rakyat Merdeka, Jakarta. Di harian politik itu penulis mendapat atribut sebagai ‘Dukun Politik’, memprediksi ‘negara dan nayaganya’ setiap terjadi momen besar politik.
Sebagai wartawan dan sastrawan, tahun 1970-an penulis mendirikan Majalah Seniman ‘Loka Sastra’. Majalah ini kerjasama dengan Dewan Kesenian Surabaya (DKS).Â
Setelah itu pernah sebagai redaktur Harian Pagi Memorandum Surabaya, Redaktur Pelaksana Mingguan Lensa Utara Manado, Redaktur Pelaksana The Archipelago Magazine Denpasar, Pemimpin Redaksi Tabloid Politik Oposisi, Pemimpin Redaksi Tabloid Hukum Gugat dan Pemimpin Umum Tabloid Metafisika Posmo yang berpusat di Surabaya.
Tidak hanya itu, dia juga pernah menjadi Pemimpin Redaksi Harian Pagi Hukum dan Kriminal Pos Metro Jakarta, Pemimpin Redaksi Tabloid Ekonomi Tender dan Proyek Jakarta, Pemimpin Redaksi Majalah Agrofarm Jakarta dan saat ini dia menjadi Pemimpin Redaksi Nasionalisme.co.
Tiga buku telah diterbitkan oleh bapak berambut gondrong ini, Pertama berjudul Tafsir Serat Suluk Gatolotjo, diterbitkan Penerbit Bentang Budaya, Jogyakarta. Kedua Tafsir Gatolotjo & Sakralitas Yoni, diterbitkan Penerbit Narasi, Jogyakarta. Terakhir adalah Satrio Piningit, Menunggu Ratu Adil Nusantara, diterbitkan Penerbit Narasi, Jogyakarta.
Penulis : Ely