BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Saat terjadi Agresi Militer II Belanda, Soekarno dan Soedirman memiliki pandangan yang berbeda.
19 Desember 1948, pesawat Belanda berkeliaran di langit Yogyakarta. Ribuan prajurit terjun payung diterjunkan. Belanda sudah masuk kota.
Soedirman selaku Panglima segera menghadap Presiden Soekarno di Gedung Agung, dan melaporkan yang terjadi.
Disinilah terjadi silang pendapat antara keduanya. Presiden memutuskan tetap tinggal, dan menjadi tawanan Belanda. Sementara, sang panglima tak menyetujui rencana tersebut, dan memilih keluar kota untuk bergerilya.
Anom Whani Wicaksana dalam bukunya Jendera Soedirman menuliskan presiden ingin berjuang melalui jalur diplomasi. Sementara, sebagai panglima, Soedirman ingin berjuang di medan perang.
Soedirman, dengan paru-paru tinggal sebelah, akhirnya menyingkir ke luar kota. Dia memimpin perang gerilya melawan Belanda.
Meski beda pendapat, Soekarno tetap menghargai dan menghormati Soedirman. Beberapa kali dia mengirimkan surat ke Soedirman di medan gerilya.
Pada 10 Juli 1949, Soedirman akhirnya kembali ke Yogyakarta. Soekarno sendiri yang mengecek pasukan kehormatan untuk menyambut sang panglima.
Didepan Gedung Agung, Soekarno dan Hatta selaku Presiden dan Wakil Presiden menyambut Soedirman.
Soekarno dan Soedirman berangkulan erat, mengakhiri pertentangan antara keduanya. (bpc4)