BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – 24 Januari 1874, pasukan Belanda berhasil menguasai Keraton Aceh. Mereka kemudian beranggapan perang akan segera selesai, Aceh sudah ditaklukkan.
Namun, kenyataan berkata sebaliknya. Mulai tahun 1874 hingga tahun 1878, pasukan Belanda menghadapi kesulitan di Aceh.
Dikutip dari buku Nino Oktorino berjudul ‘Perang Terlama Belanda: Kisah Perang Aceh 1873-1913’ (hal. 59-71), pasukan Belanda di Aceh menghadapi tiga momok menakutkan ketika mencoba menaklukkan wilayah Aceh, yakni wabah penyakit, lumpur, dan parang pejuang Aceh yang mampu membelah bahu hingga ke jantung.
Ada tiga jenis wabah penyakit saat perang Aceh, yakni kolera, disentri, dan tifus. Tahun 1874, dari 8.000 pasukan, Belanda kehilangan 1.700 akibat wabah dan pertempuran. Ini masih diluar ribuan lain yang harus diungsikan lebih awal karena terluka atau sakit.
Sementara, tahun 1876, Belanda kehilangan 1.400 prajurit akibat wabah, yang membuat serangan ke kedudukan pejuang Aceh ditunda sembari menunggu bantuan dari Jawa.
Memasuki wilayah pedalaman Aceh juga tidak mudah. Medan yang berlumpur membuat meriam-meriam terperosok. Sementara, gerak laju prajurit terseok-seok.
Belum lagi ketika perang berlangsung, parang para pejuang Aceh menjadi momok. Beberapa prajurit kemudian memakai zirah ala ksatria untuk melindung bahu dan jantung mereka dari parang pejuang Aceh.
Pada tahun 1880, Belanda sudah menghabiskan 160 juta gulden, atau sekitar Rp1,3 triliun untuk Perang Aceh. Mereka juga mengerahkan rata-rata 3.000 pasukan orang Eropa, 5.000 pasukan pribumi, dan 100 orang Afrika. (bpc4)