BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Jahe merupakan salah satu jenis tanaman yang dianggap cocok dijadikan sebagai tanaman tumpang sari di perkebunan sawit.
Jahe yang dijadikan sebagai tanaman tumpang sari di kebun sawit juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Dengan kata lain, para petani sawit tidak cuma mengandalkan hasil panen TBS kelapa sawit sebagai sumber penghasilan utama.
Akan tetapi, panen jahe yang ditanam secara tumpang sari juga akan memberikan keuntungan tambahan bagi petani sawit. Pola ini sangat cocok untuk dilakukan oleh petani sawit terutama di Riau.
“Tanah di Riau lebih berkualitas bagi hasil panen umbi jahe. Rasanya lebih pedas dan ukuran umbi juga sangat besar,” kata Zulkarnain, penjual bibit sekaligus petani jahe di Pekanbaru kepada bertuahpos.com belum lama ini.
Jahe sebagai tanaman tumpang sari tentunya menjadi tanaman alternatif bagi petani sawit untuk menambah pundi-pundi pendapatan.
“Selain ada penghasilan utama dari buah sawit, petani juga dapat penghasilan tambahan dari umbi jahe yang ditanam secara tumpang sari,” kata Zainal Muktamar, seorang pengamat pertanian.
Dia menyebut, tanaman jahe akan tumbuh subur dan tetap menghasilkan panen optimal walau hanya ditanam di sela-sela kebun sawit.
“Tentu saja dengan cara ini, petani akan mendapatkan penghasilan tambahan dan mengangkat ekonomi petani,” katanya.
Pola tanaman tumpang sari dengan memanfaatkan jahe, tentu saja dapat memperluas keanekaragaman hayati di perkebunan sawit masyarakat.
Dengan demikian, petani sawit dapat mengurangi ketergantungan penghasilan mereka yang sebelumnya hanya mengandalkan panen buah sawit.
Zainal menyebut, pengembangan tanaman jahe di perkebunan kelapa sawit memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan di masa depan.
Dalam beberapa tahun terakhir, sudah ada beberapa petani sawit di Bengkulu melakukan pengembangan tanaman jahe di tengah-tengah perkebunan kelapa sawit.
Jahe dan sawit, menurutnya, merupakan sebuah kombinasi tanaman yang menjanjikan peluang keuntungan yang bagus.
Cara ini, kata dia, juga dapat memperkuat ketahanan petani terhadap fluktuasi pasar, dan mendukung keberlanjutan lingkungan.
“Sejumlah petani di Bengkulu yang telah mencoba menanam jahe di antara tanaman kelapa sawit mengungkapkan kepuasan mereka terhadap hasil yang diperoleh,” tuturnya.
Potensi Bisnis Budidaya Jahe
Berdasarkan pengalamannya, Zulfikar Tambusai menjelaskan rincian secara umum tentang potensi budidaya jahe, terlebih jahe merah yang harganya cukup mahal di pasaran.
Jika punya lahan 10×10 meter saja, sudah bisa tanam 200 bibit jahe. Kalau satu polybag besar bisa menghasilkan 2 kilogram umbi jahe, maka sudah bisa panen sekitar 400 kilogram jahe merah.
“Kan lumayan sudah hampir setengah ton. Kalau harga per kilo jahe merah sekarang Rp20.000 aja hasilnya sudah Rp8 juta,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, masyarakat terutama petani sawit kiranya bisa memanfaatkan lahan mereka untuk ditanam dengan tanaman-tanaman herbal seperti jahe merah. Meskipun hanya dengan pola tumpang sari.
Dia juga berkeinginan, ke depannya, tumbuh para petani-petani jahe muda. Sebab jika dilihat kualitas tanah, Riau, khususnya Pekanbaru sangat cocok untuk budidaya jahe merah.
Bahkan mampu menghasilkan kualitas jahe yang baik. Hal itu lantaran tanah di Riau mengandung minyak yang ternyata memberikan rasa pedas yang kuat pada umbi jahe merah.***