Pada tahun 2021, Riau mendapat dukungan dana dari BRGM sebesar Rp18,3 miliar. Jumlah ini jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, meningkat signifikan sebesar Rp3 miliar, dan diharapkan jumlahnya akan terus naik di tahun 2022, dengan luasan KHG yang menjadi sasaran intervensi juga bertambah.
“Seperti yang kita ketahui, bahwa Karhutla yang terjadi selama ini didominasi oleh faktor manusia, meskipun perubahan iklim juga memberikan kontribusi terhadap potensi munculnya Karhutla, khususnya di Provinsi Riau,” ucapnya.
Terakhir, Mamun Murod pun menguraikan beberapa usulan yang harus dilakukan dalam upaya memaksimalkan pencegahan karhutla di Provinsi Riau. Pertama, optimalisasi fungsi sekat kanal, sumur bor dengan sistem silvo fishery di sekat kanal.
Kedua, beberapa daerah menjadikan kanal sebagai jalur transportasi sehingga perlu di pikirkan jenis sekat kanal yang di bangun cocok untuk kondisi ini dengan sisten buka tutup.
Ketiga, sekat kanal yang sudah dibangun di Riau pada tahun 2017 – 2018, sudah banyak yang rusak, sehingga perlu perbaikan dengan pembangunan sekat kanal permanen. “Sebab kami melihat betapa ampuhnya sekat kanal dalam upaya pencegahan Karhutla,” tuturnya.
Keempat, studi kasus di Desa Sungai Tohor, Kepulauan Meranti, di mana sebelum sekat kanal dilakukan, hampir setiap tahun terjadi Karhutla di daerah tersebut. Namun sejak dibangunnya sekat kanal tak muncul lagi Karhutla.
“Keuntungan lain, dengan terjaganya kadar air di lahan gambut di daerah itu, telah meningkatkan produktivitas panen sagu masyarakat,” sebutnya. (bpc2)