BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Pengamat kebijakan publik M Rawa El Amady menilai kebijakan Pertamina menaikkan harga gas elpiji 12 Kg dan 5,5 Kg (non subsidi), sangat tidak etis di tengah kondisi ekonomi masyarakat saat ini.
“Kalau harga gas naik, itu (Pertamina) cari masalah namanya. Di tengah kondisi ekonomi masyarakat seperti ini, sangat tidak etis kalau Pertamina menaikkan harga gas elpiji,” kata Rawa, saat dihubungi Bertuahpos.com, Selasa, 28 Desember 2021 di Pekanbaru.
Dia mengatakan, PT Pertamina sebagai BUMN sejatinya menjadi perpanjangan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap energi, terutama gas elpiji yang kini telah menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat.
Dengan catatan, kehadiran perusahaan plat merah tersebut seharusnya andil dalam kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, kata dia, sangat tidak etis jika Pertamina menaikan harga gas elpiji untuk saat ini. “Namanya BUMN seharusnya, bukan cuma mikirin untung,” tuturnya.
Rawa pun menegaskan, pemerintah harus mengambil kebijakan dengan melepas harga gas ke pasar lepas. Dengan demikian, harga gas elpiji akan bersaing dengan harga pasar, sehingga tidak terjadi praktik monopoli harga yang berdampak kepada masyarakat.
“Kalau begini kan sudah monopoli namanya, tidak etis. Apalagi kenaikan harga gas secara tiba-tiba, masyarakat tidak tahu apapun sebelumnya, tiba-tiba harga sudah tinggi. Nggak bisa seperti ini terus,” katanya.
Dia menambahkan, sejak pemerintah menghapus minyak tanah dan masyarakat semuanya bermigrasi ke gas elpiji, kehadiran gas elpiji sudah menjadi kebutuhan hajat hidup orang banyak.
Adanya kebijakan seperti ini sama saja ‘pemaksaan’ kepada masyarakat, sebab mau tau tidak, suka tak suka masyarakat tetap harus membeli gas untuk kebutuhan hidup mereka. “Makanya lebih bagus lepas ke pasar aja lah, biar pasar yang menentukan harga. Sistem seperti itu jauh lebih fair,” ujar Rawa.
Diberitakan Bertuahpos.com sebelumnya, pihak Pertamina sendiri membenarkan bahwa pihaknya telah melakukan penyesuaian harga gas elpiji 12 Kg dan 5,5 Kg (non subsidi), sejak 25 Desember 2021 lalu.
Area Manager Communication Relation & CSR Sumbagut PT Pertamina Patra Niaga, Taufikurachman mengatakan alasan harga elpiji 12 Kg lantaran adanya tren harga Contract Price Aramco (CPA) LPG mengalami peningkatan tertinggi di November mencapai 847 USD/Metrik Ton (MT), atau meningkat 57% sejak Januari 2021.
“Harga ini juga merupakan harga CPA tertinggi sejak tahun 2014 lalu. Terakhir Pertamina melakukan penyesuaian harga LPG pada tahun 2017 lalu. Penyesuaian harga LPG non subsidi ini mengikuti tren CPA dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa, 28 Desember 2021.
Diakuinya, penyesuaian harga hanya dilakukan untuk elpiji non subsidi atau 7,5% dari porsi konsumsi nasional. Besaran penyesuaian harga elpiji non subsidi tersebut berkisar antara Rp1.600 sampai Rp2.300 per tabungnya. “Porsi konsumsi elpiji non subsidi sangat kecil dibanding konsumsi elpiji nasional,” ucapnya.
Selain itu, kata Taufikurachman, untuk elpiji subsidi 3 Kg tidak mengalami penyesuaian harga. Harga Eceran Tertinggi (HET) elpiji subsidi akan tetap mengacu kepada pemerintah daerah setempat. “Jadi masyarakat tidak perlu khawatir, hanya elpiji non subsidi yang mengalami penyesuaian harga,” tambahnya.
Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut juga memastikan penyesuaian harga LPG ini diimbangi dengan jaminan stok dan distribusi berjalan lancar. Dia menghimbau agar masyarakat membeli elpiji di pangkalan resmi Pertamina.
“Apabila masyarakat mengalami kesulitan atau membutuhkan informasi terkait ketersediaan produk-produk Pertamina, masyarakat dapat menghubungi layanan pelanggan 24 jam melalui Pertamina Call Center 135,” tuturnya. (bpc2)