BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Soal ditiadakannya uang komite tahun 2019, sebelumnya masuk dalam bagian salah satu pembahasan mengenai masalah pendidikan yang diusulkan oleh tim transisi ke TAPD dan Banggar.Â
Pada tahun 2019, pembayaran uang komite, buku dan pembangunan akan dibebankan ke APBD. Artinya tidak ada lagi pungutan. Hal ini diwacanakan oleh Wakil Ketua DPRD Riau, Noviwaldy Jusman.Â
Namun Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, Rudyanto mengatakan, kalau dalam pembahasan dengan tim transisi itu tidak menyangkut soal dana komite.Â
Namun, menurut pandangannya mengenai pemerataan pendidikan seperti yang diusulkan dalam pembahasan APBD itu, intinya Provinsi Riau menaungi seluruh kebutuhan pendidikan, sesuai dengan kewenangan yang sudah dibebankan (SMA).Â
“Ya Proporsionallah. Tapi proporsional itukan bukan diartikan adil. Maksudnya begini, jika di satu daerah memang sangat dibutuhkan sekali pembangunan, ya wajar saja,” katanya.Â
“Sekolah ini rusak, sekolah di sana rusak, ternyata di sini dibutuhkan perbaikan yang lebih banyak, bukan berarti itu tidak adil. Kan ada yang namanya rusak berat, rusak sedang dan lain-lainnya,” sambungnya.Â
Yang terpenting menurutnya, pengajuan yang diusulkan ke Pemprov Riau didukung oleh data yang benar. Dia mengatakan, pada prinsipnya, apa yang diusulkan oleh tim transisi dengan apa yang sudah direncanakan oleh Pemprov sebelumnya tidak jauh berbeda mengenai masalah pemerataan pendidikan tersebut.Â
Baca:Â Uang Komite Dihilangkan, Bagaimana Nasib Guru Honorer di Riau?
Sementara itu, mengenai sekolah gratis yang sebelumnya sudah pernah diwacanakan, menurut pendapatannya memang tidak ada sekolah gratis. “Yang ada bagi orang miskin gratis,” katanya.
Bahkan soal pungutan uang komite sudah diatur Dalam Permendikbud Nomor 75 tahun 2016. Di aturan ini menyebutkan kalau komite sekolah boleh galang dana.Â
“Menurut saya ini wajar saja. Kenapa begitu? Orang kaya mau menyumbang untuk sekolah anaknya apa salahnya. Tidak ada kata dilarang, bahkan disebutkan kalau itu dibolehkan,” sambungnya.Â
Sekadar diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy memandang perlu dilakukan revitalisasi tugas Komite Sekolah berdasarkan prinsip gotong royong.Â
Dilansir dari website resmi Kemendikbud Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 30 Desember 2016, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor: 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah ditandatangani.Â
Dalam peraturan ini disebutkan, bahwa Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
Pasal 2 ayat (1,2,3) berbunyi: Komite Sekolah berkedudukan di tiap sekolah, berfungsi dalam peningkatan pelayanan pendidikan; menjalankan fungsinya secara gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel.Â
Anggota Komite Sekolah terdiri atas: Orangtua/wali dari siswa yang masih aktif pada sekolah yang bersangkutan paling banyak 50 persen ; Tokoh masyarakat paling banyak 30 persen, antara lain: Memiliki pekerjaan dan perilaku hidup yang dapat menjadi panutan bagi masyarakat setempat; dan/atau, anggota/pengurus organisasi atau kelompok masyarakat peduli pendidikan, tidak termasuk anggota/pengurus organisasi profesi penduduk dan pengurus partai politik. Selanjutnya pakar pendidikan paling banyak 30 persen, antara lain: Pensiunan tenaga pendidik; dan/atau, orang yang memiliki pengalaman di bidang pendidikan. (bpc3)