BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Tepatnya di Jalan Mesjid Nomor 13, Kampung Bandar, Desa Payung Sekaki, Kecamatan Senapelan. Sebuah bangunan mesjid bernuansa megah berdiri kokoh. Arealnya cukup luas. Fasilitas pendukung memadai. Karena banyak menyimpan sejarah Masjid Raya Pekanbaru menjadi salah satu destinasi wisata religious yang sarat dengan nilai budaya pendidikan yang amat bagus.
Masjid Raya Pekanbaru, awalnya bernama Mesjid Senapelan. Dibangun pertama kali oleh Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah lebih kurang pada tahun 1766 sampai 1780. Pendirinya adalah Raja keempat Kerajaan Siak Sri Indrapura, sekitar tahun 1762 masehi.
Di lokasi yang sama, ada makam pendiri Kota Pekanbaru. Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah, namanya. Sultan itu diberi gelar Marhum Bukit. Di tempat ini juga, terdapat makam Sultan Siak keempat, Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah yang bergelar Marhum Pekan.
Beragam cerita sejarah akan diceritakan oleh pemandu di tempat itu. Makam ini punya nilai sejarah berharga bagi bangsa. Sumber dari Pemerintah Provinsi Riau mencatat, Masjid Raya Pekanbaru dibangun pada abad ke 18 tepat 1762 sehingga merupakan mesjid tertua di Pekanbaru. Mesjid yang terletak di Jalan Senapelan Kecamatan Senapelan ini memiliki arsitektur tradisional.
Mesjid yang juga merupakan bukti Kerajaan Siak Sri Indrapura pernah bertahta di Pekanbaru (Senapelan) yaitu di masa Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah sebagai Sultan Siak ke-4 dan diteruskan pada masa Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai Sultan Siak ke-5.
Sejarah berdirinya Mesjid Raya Pekanbaru dikisahkan ketika di masa kekuasaan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahkan dan menjadikan Senapelan (sekarang Pekanbaru) sebagai Pusat Kerajaan Siak.
Sudah menjadi adat Raja Melayu saat itu, pemindahan pusat kerajaan harus diikuti dengan pembangunan Istana Raja, Balai Kerapatan Adat, dan Mesjid. Ketiga unsur tersebut wajib dibangun sebagai representasi dari unsur pemerintahan, adat dan ulama (agama) yang biasa disebut, “Tali Berpilin Tiga” atau “Tungku Tiga Sejarangan”.
Pada penghujung tahun 1762, dilakukan upacara “menaiki” ketiga bangunan tersebut. Bangunan istana diberi nama “Istana Bukit” balai kerapatan adat disebut “Balai Payung Sekaki” dan mesjid diberi nama “Mesjid Alam” (yang mengikut kepada nama kecil sultan Alamuddin yaitu Raja Alam).
Pada tahun 1766, Sultan Alamuddin Syah meninggal dan diberi gelar Marhum Bukit. Sultan Alamuddin Syah digantikan oleh puteranya Tengku Muhammad Ali yang bergelar Sultan. Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Pada masa pemerintahannya (1766-1779), Senapelan berkembang pesat dengan aktivitas perdagangannya. Para pedagang datang dari segala penjuru.
Maka untuk menampung arus perdagangan tersebut, dibuatlah sebuah “pekan” atau pasar yang baru, pekan yang baru inilah kemudian menjadi nama “Pekanbaru” sekarang ini.
Penulis: Melba