BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Robithah Irawan tidak ke workshopnya ketika Tim Inspirasi Story dari bertuahpos.com menyambangi tempat usahanya di Jalan Inpres (Kartama), Pekanbaru, Sabtu, 6 Oktober 2018 lalu.Â
Pintu ruko bangunan itu hanya terbuka sedikit. “Kalau pagi memang biasa sepi, karena temen-temen biasa datang nongkrong sore,” katanya.
Robithah, atau Robi, begitu biasa dia disapa, adalah seorang kepala keluarga berusia 29 tahun. Dia lulusan dari Jurusan Seni, Drama, Tari dan Musik (Sendratasik) di Universitas Islam Riau (UIR).Â
“Saya di Jurusan Musiknya,” ujarnya.Â
Ayah 2 anak ini, merupakan seorang pengusaha sekaligus pengrajin alat musik seperti gitar dan gambus. Handmade Robithah sangat menarik. Itu pula mengapa alat musik buatannya ini, selain dipakai di banyak pertunjukan, bahkan berhasil menyedot perhatian para kolektor alat musik hingga ke luar negeri.Â
Dari penampilannya saja sudah bisa ditebak bahwa dia adalah sosok dengan jiwa seni tinggi. Berambut gondrong, kulit sawo matang, dan berkumis tipis. Dia sering berpenampilan dengan mengikat rambut panjangnya.Â
Di dalam ruko ini, dijajakan puluhan gitar dan gambus. Sebagian adalah hasil karya tangannya sendiri. Alat musik ini terpajang di dinding sebelah kanan dari pintu masuk. Sedangkan di dinding sebelah kiri, terdapat beberapa lukisan berukuran besar. Salah satu dari lukisan itu adalah Tokoh Sejarawan Riau, Alm Tennas Effendy.Â
“Bukan saya yang buat, kalau lukisan-lukisan ini titipan teman,” katanya. Tempat usahanya ini diberi nama Balai Musik Riau (BMR).
“Saat ini saya dibantu adik untuk memproduksi alat musik di workshop kita di Kubang Raya. Selain itu saya mengajar musik juga di salah satu sekolah masik di Pekanbaru,” sambungnya.
Dia mengatakan sejak awal memang sudah ada ketertarikan dirinya pada musik. Pashion di bidang musik muncul ketika dia duduk di bangku SMP.Â
Rasa nyaman dengan dunia alat musik ini membuat Robi terjun lebih dalam lagi dengan memproduksi alat musik seperti gambus dan gitar.Â
Awal mula memproduksi alat musik dilakoninya sejak tahum 2013. Hingga 2015 barulah dia mahir dengan pekerjaannya itu.Â
Alat musik pertama dibuat Robithah yakni gitar klasik. Dia juga tidak menyangka ternyata hasil kerjanya itu mendapat respon baik dari rekan-rekannya.Â
Sejak itu berdatanganlah banyak pesanan. Beberapa teman menyarankan agar hobinya ini dikembangkan menjadi sebuah usaha.Â
Dialog Inspirasi Story
Tidak lama kemudian datanglah permintaan kepada Robi agar dia membuat alat musik gambus pada akhir 2016. Tahun 2017 dan 2018 peminat gambus biayanya semakin meningkat.Â
Menariknya, kemampuan Robi membuat alat musik gambus dan gitar ini dipelajari secara autodidak. Ketika masih bergelut dengan bangku kuliah, saat malam hari dia bekerja sebagai penjaga di dalah satu rental studio musik.Â
Ketika itu ada banyak orang membutuhkan keahlian Robi untuk service gitar. Kemudia pesanan semakin banyak. Barulah terbesit di benak Robi untuk membuat gitar.Â
Namun karena tidak ada tempat untuk bertanya, dia akhirnya melancong ke internet, melihat referensi di youtube dan membaca buku-buku tutorial mengenai produksi alat musik.Â
“Secara langsung memang tidak ada guru khsus, tapi ada bebedapa teman di Jawa yang dituakanlah dalam hal ini dan saya hanya berkomunikasi via sosial media saja jika ada kendala,” ujar Robi.Â
Butuh waktu 2 tahun bagi Robi sampai bisa membuat alat musik, sebab memang membutuhkan dasar-dasar pertukangan. Mau tidak mau semua itu harus dia pelajari hingga mahir.Â
Memang, diakuinya, tingkat kerumitan membuat gambus dan gitar berbeda-beda. Misalnya untuk membuat gambus, bagian yang rumit itu ketika mengolah kayu. Sebab gambus buatannya itu murni berbahan dasar kayu. Berbeda dengan ganbus pada umumnya yang juga menggunakan kulit untuk pengeras suara petikan senar.Â
“Sebenarnya lebih sulit membuat gitar karena butuh detail yang jelas, tapi untuk membuat ganbus juga butuh keahlian khusus.”
Gambus Selodang buatan Robithah Irawan (bpc3)
Diminati Kolektor Asal Belgia
Tahun 2016, strategi pemasara produk gambus dan gitar bikinan Robithah mulai merambah pasar di sosial media. Ketika itu, dia mengupload foto produk gambusnya akun facebook. Hal itu ternyata menarik perhatian seorang kolektor dari Belgia.Â
“Waktu itu saya buka harganya 350 dolar AS. Kolektor dari Belgia itu tahu kalau ganbus ini hasil riset, atau penyempurnaan dari ganbus tradisional sebelumnya,” jalas Robi.Â
Misalnya dari sisi kontruksi, finishing, bahan baku dan dukungan peralatan elektronik sudah sangat memadai dan memudahkan pengguna. Termasuk motif yang ditampilkan memberi kesan modern tapi tidak melepaskan kesan tradisional dan kedaerahaan.Â
Gambus ini sejatinya memadukan konsep tradisional-modern, mulai dari bentuk hingga ukiran yang dipakai pada tampilan ganbus tersebut.Â
Kalau gambus tradisional, papan suaranya terbuat dari kulit. Kelemahannya jika dalam suhu dingin kecenderungan kulit akan kendor dan akan mengubah suara asli gambus (tidak stabil).Â
Hal itu diantisipasi dengan mengganti papan suara itu dari kulit ke bahan kayu tertentu, sehingga dalam kondisi apapun suara ganbus tetap stabil.
“Kayu untuk papan suara itu saya pakai dari bahan sejenis pinus. Sementara untuk badan gambus menggunakan kayu akasia, rengas merah dan jenis-jenis kayu lainnya. Nah, kolektor Belgia itu tahu mengenai hal ini,” katanya.Â
Selain Belgia, gambus bikinan Robi juga sudah sampai ke Malaysia dan Singapura. Sementara di Tanah Air sendiri selain diminati oleh pemusik lokal, gambus dan gitar ini sudah terjual di Sumatera Utara dan Bangka Belitung.Â
“Ada semacam keresahan dalam diri saya, di generasi muda saat ini ada semacam stigma kalau bermain gambus itu tradisi kuno sebab memang ini alat musik lama. Makanya ini kita kemas se-modern mungkin tapi suara yang dihasilkan dari senar tetap sama dengan suara ganbus pada umumnya.”
“Setidaknya, generasi muda saat ini tidak malu memainkan gambus. Itu harapan saya,” ucap Robi.Â
Gambus bikinan Robithah sudah tampil dalam banyak pergelaran musik, baik di dalam maupun di luar negeri. Seperti di Jepang dan Australia. Sementara di dalam negeri, sudah pernah tampil di berbagai daerah bahkan di Ibu Kota.Â
Merekat Identitas Lokal
Gambus Melayu lebih dikenal dengan nama Gambus Selodang. Pada dasarnya, menurut Robi, kata gambus sendiri ambigu (banyak makna). Bisa jenis musik, atau alat musik.Â
Tapi untuk gambus Melayu memang lebih dikenal dengan nama Gmabus Selodang. Diantara yang membuat gambus asal Riau ini berbeda dengan daerah lainnya terlihat dari bentuk fisik. Dominan menonjolkan ukiran motif kedaerahaan, seperti selembayung.
“Setiap ukiran yang saya sematkan dalam gambus buatan saya adalah ornamen khas Riau, sebagai identitas. Ada karakter khsusu yang sengaja disematkan pada tampilan fisiknya. Selain selembayung ada juga motif pucuk rebung.”
Dalam sebulan, Robithah bisa produksi sebanyak 6 buah gambus dan selalu habis, karena sesuai pesanan. Sejak pertengahan 2018 sebagian besar permintaan berasal dari luar daerah, seperti Batam, Medan dan Bangka Belitung.
Robithah Irawan (bpc3)
Pilihan Hidup
Ada banyak orang berfikiran kalau dunia musik di lokal tidak begitu baik jika diukur dari sisi finansial. Namun Robithah berani mengambil keputusan berbeda dan sudah memantabkan diri terjun ke dunia musik.Â
Menurutnya, stigma yang beredar di tengah masyarakat bahwa kecenderungan seniman musik itu miskin, hanya sebuah pendapat keliru bagi dirinya.
Dia begitu meyakini kalau berbisnis di bidang musik itu jauh lebih menjanjikan. Prinsip bisnisnya sama denhan usaha produk lain, bagaimana jeli menangkap peluang dan memanfaatkan peluang itu sebagai penghasilan.
“Selain itu, saya mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekeliling saya termasuk orang tua dan keluarga. Semua yang saya dapatkan ini sudah sangat sesuai dengan keinginan saya. Hobi menjadi penghasilan,” ujar Robithah. (bpc3)