BERTUAHPOS.COM (BPC) – Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko mengatakan, Peristiwa tertangkapnya Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar, mengulang kejadian serupa yang menimpa mantan Ketua MK Akil Mochtar. Ketika itu, Akil ditangkap lantaran menerima suap terkait pengurusan sengketa sejumlah Pilkada.
Menurutnya kejadian serupa ini harus direspons dengan memberikan hukuman yang berat. Menurutnya, Patrialis sudah selayaknya dihukum seperti Akil Mochtar yakni penjara seumur hidup.
“Putusan hukuman dia (Patrialis Akbar) minimal harus sama seperti Akil Mochtar, yaitu seumur hidup,” ujarnya kepada Okezone, Jumat (27/1/2017).
Dadang menyebut bahwa tak boleh ada keringanan hukuman untuk mantan Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut. Pasalnya, Patrialis adalah seorang penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum.
“Harus ada hukuman pemberatan untuk seorang penegak hukum yang melanggarnya,” tegasnya.
KPK resmi menetapkan Patrialis Akbar sebagai tersangka suap terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Mantan Menteri Hukum dan Ham era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu telah ditahan.
Patrialis diduga menerima suap sebesar USD20 ribu dan SGD200 ribu atau senilai Rp2,15 miliar dari pengusaha impor daging Basuki Hariman. Pemberian ke Patrialis tersebut sudah ketiga kalinya. Uang suap diberikan agar Patrialis membantu mengabulkan gugatannya.
Selain Patrialis, KPK menetapkan Kamaluddin sebagai perantara suap, Basuki Hariman dan Ng Fenny selaku sekretaris Basuki.
Atas perbuatannya, Patrialis dan Kamal dijerat dengan Pasal 12 Huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi, Basuki dan Ng Fenny dijerat dengan Pasal 6 Ayat (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (okz/mff)