BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), mendesak Kapolri untuk Jendral Pol. Tito Karnavian membentuk Tim Independen guna mengusut tuntas perihal penerbitan  SP3 15 perusahaan Pembakar Hutan dan Lahan Gambut Riau tahun 2015 oleh Polda Riau. Tim ini terdiri dari unsur akademisi, praktisi hukum dan masyarakat korban karhutla.
“Dalam kasus narkoba Kapolri berani dan cepat membentuk tim, mengapa kasus SP3 Kapolri terkesan lamban dan tertutup? Padahal dampak karhutla sangatlah besar dan tidak bisa begitu saja diabaikan†kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.
Dia menambahkan sejak awal, penerbitan SP3 tanpa diketahui publik. Tepat ditanggal 19 Juli 2016 barulah kabar ini tersebar, padahal SP3 15 perusahaan terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan ini sudah di keluarkan sejak Januari 2016 lalu.
Keterlambatan dan ketertutupan itu telah mengindikasikan ada hal yang ditutupi oleh pihak kepolisian. Jikalahari menduga ada praktek ‘mafia’ di balik keluarnya SP3 tersebut. Pihaknya juga mencatat, sudah 40 hari sejak publik mengetahui Penghentian perkara tersebut, hingga detik ini hasil kinerja Mabes Polri masih gelap itu.
“Kami belum mengetahui hasil evaluasi Mabes Polri atas terbitnya SP3,†lanjut Woro, “Yang aneh, Mabes Polri malah seperti mengamini alasan penerbitan SP3 oleh Polda Riau. Apakah ini tanda Mabes Polri menyetujui SP3?â€
Harusnya kata Woro ,Kapolri jangan hanya mendengar informasi dari internal Kepolisian, tapi juga mencari dan mendengar informasi dari publik. Itu menjadi penting untuk dilakukan terutama mengingat mandat Kapolri dari Presiden untuk memberantas mafia hukum. Sementara hingga saat ini  kelanjutan SP3 masih tidak jelas, asap mulai menghiasi langit di Pekanbaru dan beberapa kabupaten di Riau.
Status ISPU hari ini di Pekanbaru dalam status SEDANG, yang mengindikasikan penurunan konsisi udara di Pekanbaru, sementara sebanyak 300 KK telah diungsikan di kabupapten Rokan Hilir dan Rokan Hulu akibat asap dari karhutla.
Hasil pantauan hotspot Jikalahari menemukan, di area 8 dari 15 korporasi tersebut terjadi peningkatan hotspot yang cukup signifikan di tahun 2016. Jikalahari menilai bahwa SP3 15 perusahaan adalah salah satu faktor penyebab timbulnya asap kembali.
SP3 telah melanggengkan pengabaian tanggung jawab perusahaan terhadap konsesinya, sehingga perusahaan tidak merasa jera. Dengan SP3 publik juga tidak dapat memantau pelaksanaan tanggung jawab perusahaan terhadap area yang harusnya dikelola dan  dilindungi dari resiko kebakaran. Jika SP3 tidak dianulir, karhutla dan asap akan menjadi persoalan yang terus terjadi dan membahayakan masyarakat secara luas.
Melihat perkembangan SP3 yang tidak jelas kelanjutannya, dan dalam upaya mencegah timbulnya asap yang lebih luas, Jikalahari merekomendasikan beberapa hal. Diantaranya, Kapolri segera mengganti Kapolda Brigjen Supriyanto, karena gagal membuka SP3 15 Korporasi Pembakar Hutan dan Lahan. Termasuk Kapolri juga harus mengganti Direktur Ditkremsus Polda Riau dan jajarannya karena bekerja tidak transparan pada publik.
“Selanjutnya kami juga ingin Kapolri segera bentuk Tim Independen sebagai bentuk kepatuhan atas instruksi Presiden Jokowi dalam menerapkan prinsip transparansi dalam penanganan perkara karhutla, dan wujud komitmen untuk bersih dari korupsi. serta bersama KLHK dan Kejaksaan Agung membentuk tim penegakan hukum terpadu dalam penanganan perkara karhutla,” tambahnya.
Penulis: Melba