BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Presiden RI Joko Widodo dan Kapolri Jendral Tito Karnavian untuk mengevaluasi kinerja Kapolda Riau Brigjen Supriyanto terkait penegak hukum Karhutla 18 korporasi tahun 2015.
“Sebab, Polda Riau menerbitkan Surat Penghentian/penyidikan Perkara (SP3) terhadap 11 dari 18 perusahan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan tahun 2015,” kata Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah, Selasa (19/07/2016).
11 perusahaan yang dihentikan perkaranya oleh Polda Riau, yakni PT Siak Raya Timber, PT Prawang Sukses Perkasa Industri, PT Hurani Soal Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, dan KUD Bisa Ina Jaya Langgam, dan perusahaan sawit PT Pan United, PT Riau Jaya Utama, PT Alam Lestari, PT Parawira dan PT Langgam Intri Hibrido.
Hasil investigasi Jikalahari menemukan, sepanjang tahun 2016 ada 11 Korporasi dihentikan perkayanya. 2 perusahaan masuk dalam proses sidik dan 2 perusahaan di SP21. Pada September 2015, saat polusi asap Karhutla, para pembakar hutan dan lahan salah dari areal perusahaan menimpa 4 juta warga Riau, Polda Riau bergerak cepat dan meringkus 18 perusahaan. Diantaranya ada 11 perusahaan HTI dan 7 perusahan sawit.
Dalam perkembangannya, baru PT Langgam Inti Hibrido dan PT Palm Lestari Makmur yang naik ke pengadilan. “Itupun jadi terdakwa dan tersangka perorangan. Bukan perusahaannya,” kata Woro.
Dengan dilakukannya penghentian proses penyidikan terhadap 11 perusahaan itu sama saja dengan Kapolda Riau telah melanggar Inpres nomor 07 tahun 2015, tentang aksi brutal pencegahan dan pemberantasan korupsi tahun 2015.
Dalam Inpres itu disebutkan Polri salah satu upaya untuk meningkatkan keterbukaan proses penegakan hukum di Kepolisian Republik Indonesia kepada masyarakat.
“Polda Riau tidak melaksanakan aksi keterbukaan proses penegakan hukum kepada masyarakat Riau. Dokumentasi terhadap tahapan penanganan perkara kepada masyarakat luas, tidak pernah disampaikan oleh Polda Riau termasuk perkembangan penanganan perkara 11 perusahaan terlibat Karhutla,” ujar Woro.
Selanjutnya instruksi 18 Januari 2016, saat presiden melakukan rapat koordinasi Nasional pencegahan Karhutla tahun 2016 di istana negara, Jakarta. Salah satu isinya tentang penegakan hukum yang harus dilakukan.
Jokowi mengintruksikan untuk melakukan penegakan hukum dengan langkah tegas pada pelaku pembakar hutan. Baik secara administrasi, pidana maupun perdara, bukan dengan cara menghentikan 11 perkara perusahan teraebut.
Tindakan tersebut mengindikasikan lemahnya itikad aparat kepolisian Riau dalam penegakan hukum dalam kasus ini. Terutama masalah yang telah diberikan oleh perusahan lingkungan kepada Riau.
Penulis: Melba