BERTUAHPOS.COM — Okupansi hotel atau tingkat hunian kamar hotel saat lebaran Idulfitri 2025 anjlok. Hal ini turut berdampak terhadap sektor UMKM dan pariwisata, menurut Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Kondisi ini semakin menegaskan bahwa industri perhotelan di Indonesia tengah menghadapi tantangan serius — setelah sektor tekstil mengalami gelombang penutupan akibat tekanan ekonomi, kini giliran bisnis hotel yang ikut terpuruk.
Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani, mengatakan penurunan tingkat okupansi hotel selama libur Lebaran 2025 menjadi sinyal kuat bahwa sektor pariwisata dan ekonomi kreatif juga sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.
“Tingkat keterisian kamar hotel di sejumlah daerah selama masa libur Lebaran tahun ini turun drastis dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Saya hubungi beberapa daerah seperti Solo, Yogyakarta, dan Bali. Rata-rata okupansi turun sekitar 20% dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Hariyadi dalam keteranganya, dikutip Kamis, 3 April 2025.
Penurunan ini sangat disayangkan, mengingat musim libur Lebaran biasanya menjadi masa panen bagi para pelaku usaha hotel, restoran, hingga sektor ekonomi kreatif dan UMKM.
Hariyadi mencontohkan, di Yogyakarta, tingkat okupansi yang pada hari biasa hanya sekitar 40%, biasanya melonjak hingga 85% saat Lebaran. Namun tahun ini, peningkatan signifikan tersebut tak terjadi.
Selain tingkat okupansi yang anjlok, durasi menginap wisatawan pun memendek. Menurut Hariyadi, tamu-tamu hotel cenderung check-out lebih awal, bahkan sebelum libur resmi berakhir.
“Di Solo, misalnya, banyak yang sudah check-out pada 4 atau 5 April. Di Yogyakarta sampai tanggal 6. Bali pun tidak penuh hingga tanggal 7. Jadi, secara nasional tren ini terjadi,” ujarnya.

Hariyadi menduga, salah satu penyebab utama dari menurunnya okupansi ini adalah melemahnya daya beli masyarakat. Masyarakat yang pulang kampung cenderung menekan pengeluaran, termasuk dengan tidak menginap di hotel atau mempersingkat waktu liburan.
“Sepertinya memang daya beli yang jadi masalah. Orang dapat THR, tapi tetap berhitung ketat untuk pengeluaran,” kata pemilik jaringan hotel Sahid Group tersebut.
Pelemahan ini bukan hanya berdampak pada pengusaha hotel, tapi juga menyentuh sektor lain seperti pariwisata dan pelaku UMKM yang bergantung pada pergerakan wisatawan selama musim liburan. Jika kondisi ini terus berlanjut, potensi pemulihan ekonomi di sektor riil bisa semakin terhambat.***