Saudaraku yang dimuliakan Allah, untuk mengingatkan diri kita terhadap keputus asaan dalam berdoa yang seolah ditolak dan tidak terkabul maka ada baiknya kita renungkan apa yang telah dikatakan Mursyid kita terdahulu yaitu Syeikh Ibnu Athaillah As Sakandari dalam kitabnya Al Hikam :
لاَ يَــكُنْ تَــأَخُّرُ أَ مَدِ الْعَطَاءِ مَعَ اْلإِلْـحَـاحِ فيِ الدُّعَاءِ مُوْجِـبَاً لِـيَأْسِكَ؛ pفَـهُـوَ ضَمِنَ لَـكَ اْلإِجَـابَـةَ فِيمَا يَـخْتَارُهُ لَـكَ لاَ فِيمَا تَـختَارُ لِـنَفْسِكَ؛ وَفيِ الْـوَقْتِ الَّـذِيْ يُرِ يـْدُ لاَ فيِ الْـوَقْتِ الَّذِي تُرِ يدُ
“Janganlah karena keterlambatan datangnya pemberian-Nya kepadamu, saat engkau telah bersungguh-sungguh dalam berdoa, menyebabkan engkau berputus asa; sebab Dia telah menjamin bagimu suatu ijabah (pengabulan doa) dalam apa-apa yang Dia pilihkan bagimu, bukan dalam apa-apa yang engkau pilih untuk dirimu; dan pada waktu yang Dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau kehendaki.”
Sudah sebaiknya kita memahami bahwa ketika kita berdo’a sesungguhnya Allah telah mengabulkannya namun dalam waktu yang telah Dia tetapkan bagi kita bukan dalam waktu yang kita tetapkan.
Doa adalah sebuah bentuk ibadah. Dan dalam Al-Quran, Allah memerintahkan kepada kita untuk berdoa kepada-Nya—dan Dia Ta’ala pasti kabulkan.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.” – Q.S. Al-Mu’min [40]: 60
Apa sih hubungan antara do’a dan takdir ? yuk kita simak kisah berikut ini :
(1). Jangan Menguji ALLAH
Imam Abul Faraj Ibnul Jauzy (508-597), di Kitab Al Adzkiyaa’ meriwayatkan bahwa Iblis pernah datang menemui Nabiyyullah ‘Isa ‘Alaihissalam.
Berkatalah Iblis, “Hai ‘Isa! Bukankah engkau yakin, bahwa segala yang tak ditakdirkan oleh Allah, tidak akan menimpamu?”
“Ya,” jawab Nabi Isa
“Kalau begitu, coba engkau terjun dari atas gunung ini. Kalau Allah menakdirkan selamat, pasti engkau akan selamat”, ujar Iblis lagi.
Dengan tenang, Ibnu Maryam ‘Alaihissalam menjawab, “Sesungguhnya Allah berhak menguji para hambaNya. Tapi seorang hamba tidak punya hak sama sekali untuk menguji Allah!”
(2). Carilah Takdir Yang Terbaik
Diceritakan, sebagai seorang khalifah, Umar bin Khathab pernah berencana melakukan kunjungan ke Suriah. Tiba-tiba terbetik berita bahwa di daerah itu sedang terjadi wabah penyakit menular.
Lalu, Khalifah Umar membatalkan rencana kunjungannya itu.
Para sahabat banyak yang protes atas sikap Umar itu. ”Apakah Tuan hendak lari dari takdir Allah?” tanya mereka.
Jawab Umar, ”Aku lari dari takdir Allah kepada takdir Allah yang lain.”
Tanda seorang mukmin sejati adalah: lebih yakin dengan apa yang ada di Tangan Allah daripada apa yang dapat diusahakan oleh tangannya sendiri. Ketika doa yang kita panjatkan seolah tidak mendapat pengabulan dari Allah Ta’ala, di situ terdapat ruang pengetahuan yang kosong yang harus kita cari dan isi. Doa di sini bukan hanya terkait masalah duniawi; tetapi juga termasuk dalam hal spiritual. Misalkan, kita berdoa agar diterima taubatnya dan dibersihkan dari segala dosa.
Hakikatnya setiap doa yang kita panjatkan adalah sebuah refleksi dari objek yang telah Allah siapkan. Tidak serta merta kita menginginkan sesuatu di dalam hati, kecuali telah ada objeknya. Tanpa objek yang telah Allah sediakan, pada dasarnya setiap orang tidak akan punya keinginan untuk berdoa. Seperti ketika menginginkan sebuah makanan, karena baunya sudah tercium dari jauh.
Hanya saja manusia kerap terjebak oleh ketidak-sabaran dan waham (kesalahan pemikiran) tentang dirinya sendiri. Seperti ketika seorang sahabat meminta kepada Rasulullah SAW agar berjodoh dengan seorang perempuan; maka jawaban Rasulullah SAW adalah: sekalipun dirinya dan seluruh malaikat memanjatkan doa maka bila itu bukan haknya dan tidak tertulis di Lauh Mahfudz pasti tidak akan terlaksana. Keinginannya untuk memiliki jodoh adalah sebuah isyarat akan objek yang telah Allah sediakan, tetapi keinginannya akan perempuan tertentu adalah karena syahwat dan wahamnya yang masih belum surut.
Do’a membutuhkan pengenalan (ma’rifah) akan Allah dan akan diri sendiri. Allah yang lebih tahu apa yang terbaik bagi makhluknya, lebih dari seorang ibu mengetahui kebutuhan bayinya.
Ku tutup dengan do’a sebagaimana yang tercantum pada surat An Naml ayat 19 :
رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ
Robbi auzi’nii an asykuro ni’matakal latii an’amta ‘alayya wa ‘alaa waalidayya wa an a’mala shoolihan tardhoohu wa adkhilnii birohmatika fii ‘ibaadikash shoolihiin.
“Ya Tuhanku, berikanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhoi dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu kedalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh” Aamiin…
Oleh : H. Derajat
Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita