BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Yayasan Anak Rimba Indonesia (Arimbi) bersama Lembaga Independen Pemberantas Pidana Korupsi (LIPPSI), melaporkan Bupati Pelalawan, Zukri, ke Polda Riau dan Kejati Riau, untuk dua kasus berbeda.
Arimbi melaporkan Bupati Pelalawan atas dugaan tindak pidana lingkungan pada kegiatan normalisasi sungai Kerumutan, Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Kerumutan, yang dilakukan Pemkab Pelalawan bersama konsorsium yang ditunjuk.
Sedangkan laporan ke Kejati Riau atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemungutan dana CSR dari tujuh perusahaan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Pelalawan, dengan nilai mencapai Rp 1.195.260.000.
Menurut Ketua Arimbi, Matheus Simamora, memang ada dua laporan terkait dugaan tindak pidana Bupati Pelalawan, yakni laporan Arimbi ke Ditreskrimsus Polda Riau terkait kejahatan lingkungan serta laporan LIPPSI ke Kejati Riau terkait korupsi CSR dan penyalahgunaan wewenang (Abuse of Power).
“Laporan Arimbi telah disampaikan ke Ditreskrimsus Polda Riau dengan nomor 026/Yayasan-ARIMBI/LP/X/2022 tertanggal 31 Oktober 2022 dan Laporan LIPPSI Nomor 06/LP-LIPPSI/I/2023 ke Kejati Riau tanggal 10 Januari 2023,” kata Matheus Simamora, Selasa, 1 Agustus 2023.
Menurut Matheus Simamora, normalisasi sungai Kerumutan sepanjang 11,761 KM yang dilakukan ternyata tanpa izin lingkungan. Sementara pembentukan konsorsium tujuh perusahaan, dan penunjukan pelaksana pekerjaan PT. Sungai Nago Melingko meminta dana dan mengumpulkan dana dari perusahaan menggunakan kop surat Pemkab Pelalawan dan dinilai penyalahgunaan wewenang.
“CSR perusahaan dalam bentuk uang yang diberikan ke Pemda seharusnya masuk ke rekening Kas Daerah. Jika berbentuk fisik barang, penyerahannya dalam bentuk hibah ke Pemda. Ternyata dana tersebut tidak masuk ke rekening kas daerah, maka diduga Bupati Pelalawan melakukan manipulasi dana tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” kata Matheus Simamora.
Matheus juga mengatakan, berdasarkan Surat Bupati Pelalawan Nomor : 660/DLH-TLPKL/2021/943 tanggal 28 September 2021 perihal permintaan bantuan dana pekerjaan pencucian sungai Kerumutan, bantuan diminta dalam bentuk tunai dan ditujukan kepada PT Pertamina Hulu Energi (PT PHE) Kampar dan 7 perusahaan lainnya yang beroperasi di Kab Pelalawan, dengan jumlah total Rp1.195.260.000.
Rinciannya kata Matheus, dari PT Sari Lembah Subur 13% Rp 155.383.809, PT Gandaerah Hendana 13% Rp155.383.800, PT Arara Abadi 13% Rp155.383.800, PT PHE Kampar 13% Rp155.383.800, PT Mekarsari Alam Lestari 20% Rp293.052.00, PT Mitra Tani Nusa Sejati 20% Rp 293.052.000 dan PT Karya Panen Terus 8% Rp95.620.800.
“Bantuan CSR tersebut tidak melalui mekanisme hibah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan PP No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah serta PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” ujar Matheus.
Dana CSR yang diterima kata Matheus, seharusnya masuk dalam naskah perjanjian hibah daerah supaya penggunaan dana tersebut menjadi objek audit BPK. Jika mengacu pada Pasal 7 ayat 2 huruf h UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, maka penyalahgunaan wewenang mengandung tiga unsur yang termasuk dalam ranah pidana.
“Adanya ancaman, suap, dan tipu muslihat untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah. Maka atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan Bupati Pelalawan wajib penyelesaiannya melalui proses pidana,” ujar Matheus.
Informasinya, sampai saat ini Ditreskrimsus Polda Riau telah memeriksa tujuh perusahaan dan konsorsiumnya. Sementara Kejati Riau menerbitkan Surat Perintah Tugas (SPTUG) untuk dilakukan pengumpulan data dan melakukan Pengumpulan barang bukti dan keterangan.
Sementara ini, Bertuahpos.com sudah menghubungi Bupati Pelalawan, Zukri untuk memberikan tanggapannya dan juga sudah direspon. Namun Zukri minta waktu untuk menjawabnya.***