BERTUAHPOS.COM — Bank Indonesia (BI) memperkirakan, bawah Riau—terutama di awal tahun hingga lebaran Idul Fitri nanti—masih akan dihadapkan pada tekanan inflasi tinggi terutama di sektor pangan.
Kelompok bahan pangan, masih akan memberi andil signifikan terhadap angka inflasi di Riau, karena kebutuhan pangan untuk daerah ini, sangat bergantung pada provinsi tetangga sebagai daerah penyangga pangan.
Kepala BI Perwakilan Riau Muhamad Nur mengatakan, secara umum tekanan inflasi terhadap komoditi tersebut cukup besar, sehingga sangat berdampak terhadap kondisi inflasi daerah jika diakumulasikan secara bulanan.
Merujuk pada awal tahun 2023, angka inflasi gabungan dari tiga kota di Riau masih dalam kategori tinggi. Dijelaskan, secara bulanan, Riau masih mencatatkan angka inflasi di 0,67 persen, dan angka inflasi tahunan sebesar 6,72 persen. “Hal ini merupakan kondisi lanjutan dari inflasi yang terjadi di Riau pada akhir tahun 2022,” katanya, Senin, 20 Februari 2023.
Dia menambahkan, setidaknya ada 4 hal yang perlu dilakukan untuk menjaga agar kondisi inflasi Riau tetap bisa stabil di sepanjang tahun 2023.
Pertama, keterjangkauan harga kebutuhan pangan masyarakat. “Hal ini memungkinkan untuk kita terus melakukan operasi pasar,” tuturnya.
Kedua, ketersediaan pasokan sembako, salah satunya dengan cara mengembangkan klaster-klaster baru untuk pengembangan dan penambahan komoditi pangan. Oleh sebab itu, gerakan seperti ini harus terus dilakukan secara masif.
Adapun solusi ketiga, kata M Nur, adalah memastikan kelancaran distribusi dari daerah penyangga. Dalam hal ini, maka kerja sama antara daerah dan provinsi menjadi hal yang penting untuk terus dilakukan.
“Kalau memang di Siak itu punya penghasil beras jangan sampai dijual ke luar daerah. Ini lah gunanya memperkuat kerja sama antar daerah—khusus di Riau—bisa dalam bentuk bisnis ke bisnis atau antara pemerintah dengan pemerintahnya. Sekarang juga sudah ada wacana untuk subsidi ongkos angkut. Ini juga akan menjadi hal yang meringankan,” jelasnya.
Terakhir, solusi keempat, perlu adanya komunikasi yang efektif. Membangun komunikasi yang baik akan membuahkan sejumlah hal-hal yang perlu untuk dijadikan perhatian bersama terutama dalam membangun ekspektasi (harapan) yang positif.
M Nur menyebut, memang terlihat sederhana, namun sangat berdampak dalam upaya pengendalian inflasi di daerah. Salah satu faktor penyebab terjadinya kenaikan harga pangan karena ada persepsi masyarakat yang terbentuk secara subjektif, terutama di saat Ramadhan dan Idul Fitri.
“Selama ini masyarakat kita berpikir bahwa di saat Ramadhan dan Idul Fitri harga barang pasti naik. Sehingga ada upaya-upaya untuk menyetok. Masalah seperti ini bisa ditangani dengan pola komunikasi yang baik dengan memberikan pengertian kepada masyarakat tentang situasi dan upaya yang sudah dilakukan pemerintah,” jelasnya.***[Melba]