BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — General Manager dan Direktur PT Sawit Inti Prima Perkasa (PT SIPP) ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Gakkum Kemen LHK RI dalam perkara kasus dugaan tindak pidana lingkungan hidup.
Adapun kedua yang ditetapkan sebagai tersangka, adalah AN—sebagai GM, dan EK—yang menjabat sebagai direktur di perusahaan pengolahan CPO kelapa sawit di Kecamatan Mandau, Bengkalis, Riau itu.
Kepala Penyidikan Tindak Pidana Lingkungan Hidup KLHK Anton Sardjanto mengatakan, keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana lingkungan hidup.
Mereka melakukan perbuatan yang sengaja, sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan/atau melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
“Keduanya sudah ditahan oleh Penyidik Gakkum KLHK,” ujar Anton dikutip Kamis, 29 September 2022.
Dijelaskan, penahanan terhadap tersangka AN dilakukan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri dan Penahanan terhadap tersangka EK di Rumah Tahanan Kelas I Salemba Jakarta Pusat. Dia mengatakan penindakan terhadap PT. SIPP tindak lanjut atas laporan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis.
“Oleh karena PT. SIPP telah berkali-kali melanggar dan telah dikenakan sanksi administrasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis,” ucapnya.
Dia menjelaskan, perizinan usaha PT SIPP sudah dicabut berdasarkan Keputusan Kepala Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor 060/DPMPTSP-SET/I/2022/01 Tentang Pencabutan Perizinan Berusaha dan Izin Lingkungan Kepada PT. SIPPP oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis. “Akan tetapi PT. SIPP tetap tidak patuh dan terus beroperasi. Atas perbuatan ini kami melakukan langkah penegakan hukum,” kata dia.
Anton mengungkapkan, setelah mendapatkan laporan, penyidik melakukan pengumpulan bahan dan keterangan. Diketahui fakta bahwa benar telah terjadi pencemaran lingkungan hidup. PT. SIPP melakukan pembuangan limbah secara langsung, pengolahan IPAL yang tidak sesuai dengan UKL/UPL, dan tidak memiliki perizinan pengelolaan limbah dan limbah B3.
“Selain itu juga diketahui fakta bahwa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT SIPP pernah mengalami kerusakan (jebol) sebanyak 2 kali. Berdasarkan hasil analisa sampel laboratorium diketahui bahwa air sungai juga telah tercemar,” jelasnya.
Anton menegaskan, kedua tersangka diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda sebanyak Rp10 miliar.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 98 jo Pasal 116 Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 KUHAP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dengan denda paling banyak Rp10 miliar dan atau Pasal 104 berupa ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun dengan denda paling banyak Rp3 miliar,” jelasnya.
Menurut Anton, tersangka AN dan EK sempat melakukan perlawanan atas penetapan tersangkanya dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kepada Penyidik Gakkum KLHK. Saat itu, hakim praperadilan memutuskan permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka tidak dapat diterima dan gugatan ini dimenangkan oleh Penyidik Gakkum KLHK.***