BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 4 tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/minyak sawit) atau bahan baku minyak goreng. Keempat tersangka ini terdiri dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dan 3 orang lain dari pihak swasta, yang salah satunya Komisaris Wilmar Nabati berinisial MPT.
PT Wilmar Nabati Indonesia sebagai perusahaan yang bergerak dalam jasa pengelolaan minyak mentah ini diketahui berada di bawah pengelolaan atau setidaknya terafiliasi dengan Wilmar International Group, yang didirikan Konglomerat bernama Martua Sitorus dinobatkan sebagai raja minyak sawit Indonesia. Wilmar merupakan produsen minyak goreng dengan merek Sania Royale dan Fortune.
Direktur Eksekutif Indonesia Trade Watch Mahfudz L, menyatakan bahwa produk dari Wilmar Nabati harus diboikot di Indonesia. Hal ini untuk tujuan agar asing tidak menguasai produksi pangan dan kebutuhan dasar bagi seluruh masyarakat.
“Kita perlu jeli, jangan sampai pengusaha lokal tidak berkembang karena konglomerasi yang tidak sehat. Dapat konsesi yang besar tapi harus terukur juga kontribusi pajak dan lainnya kepada Indonesia karena kantornya bukan di Indonesia melainkan luar negeri,” ujar Mahfudz dalam keterangan resminya yang diterima Bertuahpos.com, Sabtu, 11 Juni 2022.
Selain itu, sejumlah dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di bawah naungan atau yang terafiliasi dengan Wilmar Group—diketahui salah satunya PT Wilmar Padi Indonesia dalam suatu dugaan tindak pidana merek yang dilakukannya terhadap Luwia Farah Utari—yang sampai saat ini proses penyelidikan dan penyidikan terus berlangsung di Polda Metro Jaya. Pihak penyidik terus memanggil pihak PT Wilmar Padi Indonesia untuk dimintai keterangan.
“Kami mendapat informasi sudah dipanggil 3 kali tapi masih belum hadir, semoga bisa terang benderang ke publik agar kita bisa menilai,” ujarnya.
Dikutip dari laman resminya, Wilmar International berkantor di 28 Biopolis Road, Singapura. Perusahaan itu juga mengklaim memiliki lebih dari 500 pabrik dan jaringan distribusi yang tersebar di China, Indonesia, India, dan berbagai negara lainnya.
Mahfudz menambahkan, aktivitas Wilmar Group harus diwaspadai bahkan diboikot oleh Pemerintah karena cukup banyaknya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh anak usaha Wilmar Group—perusahaan berbasis asing—yang mencoba untuk mempermainkan pasar Indonesia seharusnya perusahaan dalam negeri yang menguasai produk-produk Wilmar Nabati dan Wilmar Padi ini.
“Sebagai anak bangsa, kita tidak bisa biarkan penguasaan pangan dikuasai asing, masih banyak perusahaan dalam negeri yang mumpuni untuk menggantikan peran Wilmar ini,” ucap Mahfudz.
Kasus Wilmar seperti dugaan tindak pidana merek, kasus jual beli saham, kasus minyak goreng yang menyengsarakan rakyat dan dugaan kasus beras. “Jangan sampai seluruh produk kebutuhan dasar dikuasai oleh asing yang tidak beres seperti Wilmar ini, kami mendesak Pemerintah usut tuntas dan beri sanksi yang tegas kepada pihak Wilmar bahkan pemboikotan,” tutup Mahfudz.***