BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Gubernur Riau Syamsuar meminta kepada pemerintah kabupaten/kota untuk segera menyikapi setiap persoalan yang terjadi di daerah masing-masing, akibat dari turunnya harga TBS kelapa sawit sebagai dampak kebijakan larangan ekspor CPO yang masih diberlakukan.
Masalah tersebut menjadi kecemasan Syamsuar karena dikhawatirkan munculnya gejolak-gejolak di tengah masyarakat. Bahkan, Syamsuar menekankan jangan sampai ada warga yang mengeluh kesulitan makan hanya karena masalah ini.
“Kami juga meminta kepada seluruh bupati dan walikota di Riau untuk kiranya dapat mencermati hal-hal seperti ini. Supaya tidak terjadi gejolak-gejolak yang tidak kita harapkan,” terangnya.
“Jangan sampai nanti ada warga kita yang tak makan, naudzubillah. Malu kita kalau sampai ada warga kita tak makan. Yang disalahkan orang bupati juga, kalau saya kan jauh, di Pekanbaru,” kelakar Syamsuar
Syamsuar juga menekankan kepada seluruh bupati/walikota untuk senantiasa mengamati perkembangan situasi masyarakat agar potensi gejolak yang mungkin akan muncul, bisa segera diredam.
“Terutama terhadap masyarakat yang cuma punya kebun sawit 2 hektar. Apalagi [mungkin] utang mereka masih banyak, belum bayar. Utang hari raya masih banyak,” sambungnya sambil tertawa.
Sebelumnya, Pemprov Riau secara resmi melayangkan surat ke Presiden Joko Widodo [Jokowi] meminta agar kebijakan larangan ekspor CPO dicabut.
Gubernur Riau Syamsuar mengtaakan surat permohonan itu sudah dikirimkan, untuk disampaikan langsung ke Jokowi. Dalam surat tersebut, Pemprov Riau menyertakan beberapa alasan yang mengharuskan kebijakan larangan ekspor CPO tersebut harus dicabut.
“Alasannya tidak bisa saya bacakan seluruhnya,” kata Syamsuar dalam pertemuan koordinasi terkait penurunan harga TBS kelapa sawit Riau, yang berlangsung di Gedung Daerah Provinsi Riau, Selasa, 17 Mei 2022.
Adapun alasan Pemprov Riau melayangkan surat tersebut ke Jokowi, Pertama, berdasarkan pemantauan di lapangan dan laporan dari pemerintah kabupaten/kota, termasuk aspirasi petani dan PKS, memohon kepada Presiden, agar larangan ekspor CPO dan turunannya dapat ditinjau kembali.
“Dengan pertimbangan harga TBS kelapa sawit petani di Riau terus mengalami penurunan hingga saat ini,” terangnya.
Kedua, tangki penampungan CPO dan tangki penampungan akhir milik pabrik kelapa sawit [PKS] di Riau, diperkirakan hanya mampu menampung selama 2 minggu ke depan.
“Jadi aspirasi bapak itu sudah kami sampaikan ke Pak Presiden. Kami juga sudah mencermati bahwa saat ini CPO tak ada yang beli. Dengan demikian TBS kelapa sawit masyarakat juga tak ada yang beli,” terang Syamsuar.
“Sekarang Pak Presiden juga tengah rapat untuk membahas masalah ini. Sama-sama kita harapkan pemerintah pusat bisa mengambil keputusan yang menguntungkan semua pihak,” tuturnya.***