BERTUAHPOS.COM,PEKANBARU – Terkait rencana pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi saat ini dinilai kurang masuk akal. Hal ini dikatakan Emon Sulaiman Kepala Pusat Pasar Informasi Pasar Modal (PIPM) Riau kepada bertuahpos.com di kantornya, Senin (17/11/2014).
“Pemerintah menganggarkan BBM bersubsidi di harga 105 U$ dolar per barel, dan ketika harga minyak melebihi posisi tersebut maka akan ada kenaikan dan akan diberikan subsidi, tetapi ketika pemerintah ingin menaikan harga BBM baru-baru ini, harga minyak dunia perbarelnya berada di harga 75-80 U$ dolar per barel, ada selisih sekitar 25 U$ dolar perbarel artinya ada penurunan dan berarti harga minyak lebih murah.
Dilanjutkan Emon, mengapa ketika harga minyak 105 perbarel tidak ada kenaikan, tetapi justru disaat sekarang harga minyak turun di harga 75-80 U$ dolar per barel BBM bersubsidi akan dinaikan, dan ini tentu jadi pertanyaan dan ini tidak masuk akal.
“Subsidi BBM ke masyarakat ada sekitar Rp5.000 sekian, sedangkan masyarakat beli BBM bersubsidi Rp6.500, artinya secara logika Rp6.500 uang yang kita bayar dengan uang yang dibayarkan pemerintah Rp5.000 berarti harga BBM bersubsidi menjadi Rp11.500 per liternya sedangkan harga pertamax juga berkisar Rp11.000 per liternya,”paparnya.
Jadi artinya masyarakat sama membeli BBM bersubsidi seharga pertamax, tetapi masyarakat mendapatkan barang yang lebih buruk dibandingkan pertamax, karena kalau kita bandingkan BBM bersubsidi oktannya hanya 88 persen, sedangkan Pertamax oktannya 92 persen, berarati kita bayar BBM bersubsidi sama dengan harga pertamax, jadi dimana letak subsidinya.
“Maka saya sangat mendukung, adanya dibuat transpasarasni harga BBM bersubsidi oleh pemerintah yang saat ini sedang ramai dibicarakan, karena adanya kebijakan subsidi tersebut sangat rentan dengan korupsi, dan mudah-mudahan adanya transparansi tersebut akan dapat mengawasi kebijakan BBM bersubsidi,”terangnya.(Yogi)