BERTUAHPOS.COM, JAKARTA -Â Rupiah masih tak bertenaga. Pergerakan mata uang kita ini terus melemah di atas level Rp 12.000 per dollar Amerika Serikat (AS). Ketidakpastian kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ditengarai jadi salah satu pemicu pelemahan rupiah.
Berdasarkan data Bloomberg, di pasar spot, kemarin (14/11), rupiah ditransaksikan di level Rp 12.214 per dollar AS. Ini mendekati posisi terendah rupiah sepanjang tahun 2014 yaitu Rp 12.260 per dollar AS pada 16 Oktober lalu. Rupiah juga melemah di sejumlah bank. Kurs jual dollar AS di Bank Mandiri menguat ke posisi Rp 12.282. Padahal, pada awal bulan ini, kurs jual dollar AS masih sebesar Rp 12.187.
Royke Tumilaar, Director Treasury, Financial Institution and Special Asset Management Bank Mandiri, menepis dugaan peningkatan permintaan dollar AS sebagai biang keladi pelemahan rupiah belakangan ini. Sepanjang 2014, kurs terendah rupiah terhadap dollar AS di Bank Mandiri terjadi pada Oktober lalu. “Dollar tertinggi di Bank Mandiri pada level Rp 12.250,” katanya, kemarin.
Royke berkeyakinan, permintaan dollar sepanjang tahun ini masih normal, atau kurang lebih sama dengan tahun sebelumnya. Pun demikian dengan likuiditas valas di Bank Mandiri lebih dari cukup. Hingga September lalu, dana pihak ketiga valas Bank Mandiri mencapai US$ 8 miliar, dengan loan to deposit ratio valas 74%.
Minim sentimen positif
Johanes Budi, Manager Tri Tunggal Money Changer, juga menyatakan, pembelian dollar AS di tempatnya tidak meningkat, bahkan cenderung turun. Jika berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, pembelian valas justru semakin ramai mendekati akhir tahun. Maklum, orang mulai menyiapkan dana untuk berlibur dan pelesiran ke luar negeri.
Tapi, kondisi serupa belum terjadi menjelang akhir tahun ini. “Saat ini paling sekitar 30-an transaksi dollar. Kalau sedang ramai lebih dari 50 transaksi sehari,” imbuhnya.
Makanya, Johanes menduga, pelemahan rupiah saat ini lantaran masyarakat masih menanti kepastian kenaikan harga BBM. Sekadar informasi, posisi tertinggi rupiah di Tri Tunggal sebesar Rp 12.250 per dollar AS pada Oktober lalu. Saat ini, harga jual dollar berkisar Rp 12.215 per dollar AS.
Sementara itu, Rully Nova, analis Bank Saudara berpendapat, pelemahan rupiah menjelang akhir tahun ini akibat faktor fundamental. Salah satunya perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terpaku di level terendah, yakni 5,5%. Kondisi tersebut diperparah oleh perolehan neraca dagang yang masih defisit.
“Karena faktornya lebih ke fundamental, maka pengaruhnya berlangsung lama. Itulah yang menyebabkan nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini cukup melemah,” ujar Rully.
Penguatan nilai tukar rupiah, lanjut dia, memang sempat terjadi setelah adanya sentimen positif saat pelantikan Presiden Joko Widodo. Namun, sentimen tersebut tidak akan bertahan lama. Ke depan, Rully memprediksi, masih ada harapan penguatan rupiah. “Terutama jika harga BBM dinaikkan,” tukasnya.
Tapi, jika tidak ada lagi sentimen positif di mata pelaku pasar, Rully memprediksi, rupiah sulit menguat ke level Rp 11.000 per dollar AS dan bakal terus bercokol pada kisaran Rp 12.000. Kecuali, munculnya sentimen positif global yang mampu mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia.(Kontan)