BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Pemerintah dirasa perlu mengatur secara baik harga kedelai impor di Tanah Air, sengan skema Harga Eceran Tertinggi [HET]. Langkah ini dianggap mampu menjadi solusi untuk mengantisipasi lonjakan harga kedelai sehingga berpengaruh signifikan terhadap aktivitas industri di dalam negeri.
Usulan ini disampaikan oleh ekonomi senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati. Seperti dikutip dari Bisnis.com, dia mengemukakan, pengaturan harga impor diperlukan mengingat importasi kedelai tidaklah luput dari aksi oligopoli.
“Meski impor komoditas ini telah dibebaskan, potensi permainan harga oleh segelintir importir tetap ada,” ungkapnya, dikutip, Senin, 5 Januari 2020.
Apa yang terjadi saat ini, bahwa memang impor kedelai tidak diatur lagi sebagaimana mestinya sedangkan importirnya masih sama seperti dulu. “Masalah dari praktik oligopoli inilah yang perlu diatur,” katanya.
Kenaikan harga kedelai impor, yang awalnya di kisaran Rp6.000 per kilogram (kg) menjadi Rp9.000 per kg pun disebutnya perlu menjadi perhatian mengingat kenaikan harga cenderung terjadi bertahap. Pemerintah perlu mencegah terjadinya lonjakan drastis mengingat kebutuhan kedelai untuk rumah tangga sangat besar.
“Fleksibilitas harga kedelai ini sangat memengaruhi konsumen karena di tengah pelemahan daya beli, tahu dan tempe menjadi alternatif protein masyarakat. Apalagi harga telur dan ayam masih stabil tinggi,” kata dia.
Solusi peningkatan produksi, di sisi lain, tidak bisa langsung diambil karena membutuhkan waktu yang panjang agar terealisasi. Namun, ketergantungan Indonesia yang tinggi terhadap kedelai impor seharusnya telah menjadi alarm bagi pemangku kepentingan sejak lama.
“Kondisi ini bisa jadi momentum peningkatan produksi, tetapi jika melihat ketergantungan yang besar dan hampir 80 persen seperti sekarang memang tidak bisa cepat. Selain itu, peningkatan produksi ini perlu dilihat juga sisi ekonominya, apakah dari segi harga bisa bersaing,” kata dia. (bpc2)