BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Zaglul Manan (60) akhirnya bisa bernafas lega, menenangkan pikiran, setelah kontrak pengajuan restrukturisasi kreditnya diterima oleh bank tempatnya meminjam sejumlah uang. Setidaknya selama enam bulan kedepan (Juni-November 2020) dia tidak dipusingkan dengan tagihan.
“Saya lupa pastinya kapan, yang jelas masih di April. Saya dapat informasi saat buka situs OJK yang di-share teman di sosial media. Saya pastikan ke OJK Riau di Jalan Arifin Achmad (Pekanbaru). Waktu itu saya dengan teman saya ke sana. Ternyata benar, ada keringanan kredit melalui program restrukturisasi untuk yang terdampak Covid-19. Saya disuruh ajukan permohonan ke bank bersangkutan dan ternyata diterima,” ujarnya.
Kepada Bertuahpos.com, pertengahan September 2020 lalu, dia bercerita tentang kondisi ekonomi keluarganya yang mulai tergerus sejak dua tahun silam. Zaglul punya kios di Pasar Wisata Pekanbaru, dengan menjual beragam produk aksesoris bermerk, seperti tas, dompet, ikat pinggang, kacamata dan lain-lain.
Sejak 2018, jual beli di pasar itu tidak semenarik dulu. Pengunjung hanya ramai pada Sabtu-Minggu. Mereka yang datang ke kios Zaglul didominasi oleh pengunjung dari luar Pekanbaru. Kegiatan jual beli semakin suram saat memasuki 2019. “Dalam seminggu dapat dihitung jari yang beli. Itupun hanya satu, dua. Jauh lah kalau dibanding dulu,” ujarnya.
Untuk menutupi modal, dia menyiasati dari keuntungan. Terutama untuk tambah jenis barang. Namun karena perputarannya lama, penghasilan yang didapat terpakai untuk menutup kebutuhan keluarga. Saat harus mengisi kios dia memanfaatkan pinjaman kredit di bank.
Pola ini ternyata tidak sesuai ekspektasi. Kebutuhan rumah tangganya tak bisa diajak berkompromi, karena ada beban membayar kredit yang wajib dilunasi. Dalam sebulan, besaran angsuran yang harus dia bayar sekitar Rp3 jutaan.
Sedang penghasilan dari kios pas-pasan untuk bayar kredit, bahkan terkadang harus ditutup dengan pinjaman lain. “Jadi, lebih sering nombok,” ungkapnya.
Dia kemudian mendiskusikan dengan keluarganya. “Bagaimana kalau kios itu kita jual saja,” tuturnya. Kemudian uangnya dipakai untuk menutupi semua pinjaman. Gayung bersambut, pihak keluarga setuju dengan pertimbangan kondisi ekonomi yang merosot.
Namun, ternyata keadaan berkata lain. “Waktu itu juga ada musibah dan harus keluar dana banyak. Jadi rencana untuk melunasi kredit akhirnya ditangguhkan dulu. Sambil coba jalani usaha lain dari sisa uang penjualan kios yang dipakai untuk modal,” ujarnya.
Kurang lebih enam bulan setelah menjual kios, Zaglul melakoni usaha penjualan pupuk ke sebagai jasa distribusi ke daerah-daerah di luar Pekanbaru. Sayang usaha itu tak berjalan lama, wabah Corona (Covid-19) melanda. Kebijakan pemerintah mengharuskan setiap orang berada di rumah membuat harapannya sedikit punah. Iya, usahanya mandek hingga kini.
“Sempat bingung juga bagaimana caranya melunasi hutang di bank dengan kondisi ekonomi seperti ini. Sampai akhirnya saya dapat informasi kalau ada restrukturisasi kredit dari OJK. Itu sangat membantu sekali. Walau hanya enam bulan, setidaknya saya bisa kumpul uang untuk bisa melanjutkan pelunasan kredit di bank. Alhamdulillah, saya juga dapat keringanan bunga,” tuturnya dengan wajah sumringah.
Zaglul Manan hanya satu dari sekian juta masyarakat Riau yang risau, cemas kalau kondisi ekonominya akan semakin kacau. Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam siaran pers pada 24 Maret 2020 lalu, bak melunturkan segala rasa galau.
Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah memberikan kelonggaran berupa relaksasi kredit usaha mikro dan usaha kecil untuk nilai di bawah Rp10 miliar, baik kredit maupun pembiayaan yang diberikan oleh bank maupun industri keuangan non-bank kepada debitur perbankan, berupa penundaan kredit sampai dengan satu tahun dan penurunan bunga. Hal tersebut tertuang dalam ketentuan yang mengatur secara umum pelaksanaan restrukturisasi kredit/pembiayaan sebagai akibat dampak dari persebaran virus Covid-19.
Kebijakan restrukturisasi kredit tertuang dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical, yang mengatur bahwa debitur berhak mendapatkan perlakuan khusus dan — termasuk debitur UMKM — yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada bank karena terdampak penyebaran COVID-19 — baik secara langsung atau pun tidak langsung pada sektor ekonomi seperti pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
Dalam POJK ini jelas diatur bahwa pada prinsipnya bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit atau pembiayaan kepada seluruh debitur, termasuk debitur UMKM. Sepanjang mereka (debitur) teridentifikasi terdampak Covid-19. Pemberian perlakuan khusus tersebut tanpa melihat batasan plafon kredit atau pembiayaan.
Realisasi Restrukturisasi Kredit di Riau
Menurut data dari OJK Riau, tiga bulan setelah kebijakan restrukturisasi dibuka, total jumlah pengajuan sudah 104.060 kontrak permohonan. Dari jumlah itu sudah 92.319 debitur yang diterima dengan angka realisasi mencapai Rp9,31 triliun (per 8 Juni 2020). OJK Riau juga mencatat per 19 Juni 2020 sudah ada 72 perusahaan pembiayaan yang menjalankan restrukturisasi pinjaman.
Per 31 Agustus 2020, khusus untuk perbankan di Riau, total jumlah yang disetujui untuk restrukturisasi sebanyak 110.235 debitur dengan jumlah baki debit sebesar Rp11 triliun lebih. Adapun rincian khusus UMKM sebanyak 71.345 debitur dengan baki debit Rp4,7 triliun lebih, dan non UMKM 38.890 dengan baki debit sebesar Rp6,3 triliun.
Sedangkan di perusahaan pembiayaan, debitur yang terdampak Covid-19 dan mengajukan restrukturisasi berjumlah 131.075 dengan baki debit Rp5,2 triliun. Jumlah pemohon restrukturisasi yang disetujui berjumlah 119.039 debitur dengan jumlah baki debit sebesar Rp4,5 triliun. Adapun pemohon restrukturisasi yang ditolak sebanyak 6.761 debitur dengan jumlah baki debit Rp387 miliar. (bpc2)