BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Dalam debat publik Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Indragiri Hulu, Rabu (11/11/2020) pasangan calon (paslon) pertama mendapat pertanyaan dari panelis melalui video dengan pertanyaan tentang bagaimana mengatasi persoalan korupsi, narkoba dan radikalisme?
Paslon pertama yang mendapatkan pertanyaan tersebut mengatakan, bahwa entri poin dari narkoba adalah rokok. Bila semua berhenti merokok maka narkoba atau singkatan dari narkotika, psikotropika, dan obat terlarang maka narkoba akan hilang dari bumi Indragiri Hulu.
Benarkah pernyataan dari paslon nomor urut 1 Paslon tersebut? Bahwa Entri Poin Narkoba adalah Rokok?
FAKTANYA
Dikutip dari laman BNN disebutkan rokok adalah pintu gerbang bagi narkoba.
Rokok adalah pintu gerbang bagi narkoba. Lebih spesifik lagi, rokok itu sendiri sebenarnya termasuk ke dalam definisi narkoba. Ya, di tengah maraknya kampanye anti-narkoba di masyarakat, ternyata tidak banyak yang menyadari hal ini. Merokok kini tidak lagi merupakan masalah kesehatan melulu, tetapi sudah memiliki kompleksitas tersendiri.Di dalam pengertian Narkoba termuat 3 kelompok zat aktif yaitu Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya.
Rokok bersama dengan alkohol termasuk ke dalam kelompok yang terakhir. Nikotin yang merupakan salah satu komponen dari rokok merupakan zat psikotropika stimulan. Jadi sesungguhnya rokok itu adalah narkoba juga. Oleh karena itu, rokok pun memiliki sifat-sifat utama layaknya narkoba lain yaitu habituasi, adiksi dan toleransi. Habituasi adalah suatu perasaan rindu, terus menerus melintas di pikiran untuk menggunaan zat, sehingga seseorang akan terus berkeinginan menggunakan zat tersebut saat berkumpul dengan sesama teman pemakai. Sedangkan adiksi merupakan dorongan kompulsif untuk menggunakan suatu zat diserta tanda-tanda ketergantungan.Ketergantungan itu sendiri dapat berupa ketergantungan psikis (psychological dependence) maupun ketergantungan fisiologis (physiological dependence).
Ketergantungan psikis merupakan kompulsi penggunaan zat untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti untuk menghadapi stress. Sedangkan ketergantungan fisiologis berarti proses perubahan fungsional tubuh sedemikian rupa dikarenakan paparan rutin terhadap zat. Toleransi adalah contoh bentuk ketergantungan fisiologis, yaitu seiring bertambahnya waktu penggunaan maka pemakaian zat berikutnya diperlukan dosis yang lebih besar dari sebelumnya untuk mencapai efek kenikmatan yang sama.
Toleransi inilah yang akan membuat seorang perokok, dan pemakai narkoba lainnya, terus menambah jumlah batang rokok yang dihisapnya dari waktu ke waktu.Rokok merupakan narkoba termurah dan dijual bebas. Dengan selembar uang Rp 1.000,00 seseorang sudah mampu mendapatkan sebatang rokok yang mengandung 4.000 macam zat kimia. Tidak ada satupun produk farmasi yang berisikan 4.000 macam zat kimia dapat dibeli dengan harga sedemikian murah. Oleh karena itu, siapapun mudah memperoleh sebatang rokok, dari mereka yang usia tua maupun anak sekolah dasar. Selain itu rokok juga memberikan kenikmatan, walaupun sementara, dan hal ini lah yang menjadi magnet bagi pribadi-pribadi labil yang tidak puas akan kenyataan hidup ini atau bagi para remaja sebagai teman setia saat kumpul-kumpul.Jadi tidak perlu heran jika merokok telah menjadi kebiasaan buruk yang popular di masyarakat.
Berdasarkan laporan Breslau dkk (2001), 1 dari 4 orang dewasa di Amerika Serikat memiliki ketergantungan terhadap nikotin, walaupun belakangan ini popularitas merokok di kalangan remaja Negeri Paman Sam terus melorot. Penduduk Indonesia sendiri merupakan salah satu konsumen rokok terbesar di dunia, serta memiliki produksi rokok yang tidak kalah besarnya pula. Fakta ini membuat berbagai perusahaan rokok asing, seperti Philip Morris, berebut pangsa pasar di negeri ini. Dan akhirnya seiring impor rokok dan investasi dari negara maju yang semakin masif, penyakit-penyakit terkait dengan rokok juga diimpor.Penyakit kardiovaskular dan kanker (terutama kanker paru) sekarang ini menduduki tangga teratas penyebab kematian di Indonesia, menggeser berbagai penyakit infeksi.Ada beberapa tahapan yang dialami seorang perokok hingga menjadi tahap ketergantungan. Tahap pertama adalah eksperimental atau coba-coba.
Mereka mulai menghirup rokok untuk mencari ketenangan, energi lebih dan pelarian dari stress sehari-hari. Pada tahap ini seorang perokok merasa yakin masih dapat mengontrol kebiasaannya untuk merokok.Pada tahap selanjutnya, yaitu penggunaan rutin, perokok mulai dikendalikan oleh efek dasyat nikotin. Pada tahap ini penyangkalan memainkan peranan penting. Perokok akan menyangkal bahwa ia tidak dapat mengendalikan lagi kebiasaannya merokok, menyangkal bahwa kebiasaannya itu dapat menimbulkan berbagai penyakit fatal. Sebenarnya ia mengetahui bahaya-bahaya merokok, tetapi kenikmatan semu tersebut telah terlanjur menutupi kecemasan dan akal sehatnya.
Dengan penyangkalan ini, maka tidak heran kampanye anti-rokok yang mengusung berbagai bahaya merokok bagi kesehatan menjadi mentah.Tahapan terakhir adalah ketergantungan, di mana rokok sudah menjadi sahabat setia perokok setiap waktu, dan tanpanya, perokok akan mengeluh berbagai macam kesengsaraan dari mulut pahit hingga demam. Dan selanjutnya, ia pun akan merokok lagi, bukan sekedar mencari kenikmatan seperti tahapan awal melainkan untuk menghindarkan diri dari kesakitan withdrawal.Menilik bahwa rokok berawal dari coba-coba, rasa ingin tahu maupun rasa setia kawan, maka tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa pribadi perokok adalah rentan juga terhadap narkoba lainnya.
Rokok adalah pintu gerbang kepada narkoba lainnya.
Kematian dikarenakan penyakit-penyakit terkait rokok adalah lebih besar daripada kematian karena narkoba jenis lainnya. Biaya negara untuk merawat penduduknya yang menderita penyakit-penyakit terkait dengan rokok juga lebih besar dibandingkan pendapatan dari pajak rokok.Celakanya rokok adalah satu-satunya narkoba yang dapat menyerang orang yang tidak turut menggunakannya. Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa perokok pasif memiliki resiko yang kurang lebih sama dengan perokok aktif untuk menderita penyakit jantung koroner, saluran napas, katarak dan bahkan kanker paru. Sehingga tidak disangsikan bahwa rokoklebih berbahaya dibandingkan narkoba jenis lainnya.Merokok bukanlah sekedar permasalahan kesehatan, tetapi melibatkan pula segi politik, bisnis, sosial-pergaulan, psikologis maupun kemiskinan.
Perokok Erat dengan Dunia Narkoba?
Dari laman detik, Laksmiati A. Hanafi, Ketua Harian Komnas Pengendalian Tembakau, ditemui di sela acara #IbuCerdas shopping race di Pejaten Village Jakarta Selatan, mengakui memang tidak bisa secara gablang disimpulkan demikian. Namun bukan berarti tidak ada kaitannya.
“Hampir tidak ada pecandu narkoba yang bukan merokok, gitu saja. Jadi erat nggak kaitannya?” kata perempuan yang tengah gencar mengkampanyekan #RokokHarusMahal ini seraya tersenyum simpul.
Menurutnya, merokok adalah hal yang bisa menimbulkan kecanduan karena adanya zat nikotin di dalamnya. Dengan dorongan iklan yang masif, perokok pun semakin merasa sisi maskulinnya keluar dengan mengisap asap rokok.
“Itu (merokok -red) ‘pintu gerbang’, jadi dia mulainya ngerokok dulu, biasanya dia ngerokok terus ada yang coba dia coba-coba, ‘ah coba narkoba’,” tandas Mia.
Sementara itu, dr Feni Fitriani menyebutkan rokok menjadi pintu masuknya narkoba.
Masalahnya, merokok bukan hanya merusak kesehatan mereka saat ini dan masa mendatang. Tetapi merokok juga memuluskan jalan menggunakan narkoba.
“Merokok itu kan pintu masuknya narkoba. Kalau sudah narkoba tambah lebih berbahaya,” ujar dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.P (K) dari Rumah Sakit Persahabatan saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/3/2017) sebagaiman dikutip bertuahpos.com
Kesimpulannya: Rokok menjadi pintu masuk (entri poin) atau pintu gerbang bagi narkoba(bpc1)