BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Mantan Rektor Universitas Riau Ashaluddin Jalil menilai bahwa pendidikan era masa kini pada prinsipnya mengadopsi konsep pendidikan di tahun 80-an.
Kebijakan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim tentang konsep ‘merdeka belajar’ dengan menandaskan pendidikan berkarakter pada siswa hingga mahasiswa, menurutnya sudah pernah diterapkan 40 tahun yang lalu.
“Konsep Nadiem Makarim merdeka belajar itu, sesungguhnya kondisi era 80-an. Intinya pendidikan berbasis masyarakat,” ungkapnya.
Secara konsep, memang model pendidikan seperti ini bagus. Karena di sebuah fakultas sekarang ini, meraih gelar S1 itu merasa sangat bangga dengan menelurkan sarjana setelah menyelesaikan beban kredit yang banyak.
Sementara di luar negeri untuk menyelesaikan strata satu (S1) tak lebih dari 110 SKS, bahkan ada yang 100 SKS saja. Apapun bidangnya.
“Makanya bachelor of art (BA) itu 3 tahun sudah selesai, masuk S2 untuk program masternya, paling 20 SKS. Sementara kita 140 SKS untuk S1, dan menyelesaikan S2 pun banyak SKS. Di dunia tak ada macam kita ini. Kite ni dah salah asuh. Padahal yang menjadi pengajarnya orang hebat semua, punya pengalaman di luar negeri,” sebutnya.
Merdeka Bejalar
Menurutnya, konsep pendidikan yang ditawarkan pemerintah saat ini sudah baik, dengan mengarahkan ‘kalau aku selesai aku mau jadi apa?’. Namun, ketika itu ditanyakan ke mahasiswa mereka menjawab, “Mau jadi ASN,” ungkap jebolan S3 Universitas Malaya ini. Pola pikir seperti ini pula yang turunt mempengaruhi konsep perguruan tinggi.
Padahal tidak semua anak harus melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Oleh sebab itu ada pendidikan vokasi dari D1, D2, D3, yang membuat anak terampil di bidangnya. Menurutnya, kalau ada yang ingin melanjutkan S2, S3, maka harus siap dengan persaingan.
“Aku dah lama dalam kondisi ini, tapi aku punya prinsip. Makanya skripsi S1 itu bagi aku sudah mengerti konsep dan teori, ya sudah. Toh ketika mengerjakan skripsi itu dipaksanakan. Kita tak berani mengubah itu, kita tak punya konsep merdeka belajar sesungguhnya,” terangnya lagi.
Sampai hari ini hanya beberapa persen alumni S1 mampu ‘menginstalkan’ ilmu yang diperolehnya. Yang lain tak mau ‘menginstal’ kemampuanya.
“Dibanggakan pengalaman mengajar. Padahal, pengalaman mengajar hanya suasana yang mereka jalani selam ini, tapi apakah pengalaman itu memberikan sisi positif, belum tentu kan?” tutup Ashaluddin. (bpc5)