Oleh: H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM
Anggota Pansus Rancangan Perda Pemberdayaan Ormas DPRD Provinsi Riau
—
Sebagai makhluk sosial, manusia butuh hidup berkelompok. Agama pun mengajarkan betapa pentingnya berjamaah. Saking berpengaruhnya bersosial, ada kata bijak: _“kejahatan yang berkelompok akan mengalahkan kebaikan yang bercerai-berai” makna lain ” Kejahatan terorganisir dapat mengalahkan kebaikan yang tak terorganisir” _ (Ali bin Abi Thalib r.a).
Kebutuhan mendasar tersebut mendorong setiap insan menghimpun diri dalam perkumpulan atau berorganisasi. Seiring berjalannya waktu terus berkembang ke arah yang lebih sistematis dan lebih terorganisir. Memunculkan berbagai bentuk, termasuk diantaranya dikenal dengan sebutan organisasi kemasyarakatan (Ormas). Paska era reformasi, Ormas tumbuh begitu pesat.
Termasuk juga Riau yang menurut data Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Riau terdata ada 157 Ormas, dan masih banyak lagi yang belum terdaftar. Itulah alasan mengapa pemerintah dari pusat hingga daerah menaruh perhatian besar. Terutama untuk terus menyempurnakan dari segi payung hukum.
Begitu juga skala Riau, yang mana beberapa minggu DPRD Provinsi Riau melalui rapat paripurna telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pemberdayaan Ormas. Saat tulisan ini dibuat, rapat Pansus telah menjalani rapat perdana. Sebagai pengantar jelang pembahasan inti draf Raperda waktu ke depan.
Kami anggota dewan yang diamanahkan di Pansus Pemberdayaan Ormas bersepakat untuk tidak tergesa-gesa melakukan pembahasan. Selain meminimalisir celah dan minus yang menghambat implementasinya ketika disahkan menjadi Perda, paling utama biar lebih maksimal menampung aspirasi, saran dan kritik. Sehingga produk hukum daerah ini benar-benar mendatangkan nilai kebaikan baik demi agenda pembangunan daerah dan kepentingan masyarakat Riau.
Setidaknya ada empat catatan penting yang mendasari pembentukan Raperda Pemberdayaan Ormas. Pertama, lahirnya Raperda tersebut adalah bentuk tindak lanjut atas terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Republik Indonesia nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan;
Kedua, perlunya memberdayakan Ormas sebagai unsur modal sosial dan social control bagi Riau secara umum dan khususnya bagi agenda pembangunan di daerah. Ketiga, menjamin kebebasan masyarakat mengorganisasi diri dan mendirikan Ormas dengan tetap sejalan dengan falsafah bangsa dan ketentuan berlaku; Kemudian keempat, pengawasan dan pembinaan serta penghargaan dan sanksi bagi Ormas.
Modal Sosial
Terbitnya Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas jadi alasan utama. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui pernyataan Menteri saat itu Tjahjo Kumolo dan Direktur Organisasi Kemasyarakatan Kemendagri La Ode Ahmad pada tahun 2017, mendorong kepala daerah menerbitkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang Ormas guna memperkuat pelaksanaan Perppu ke tingkat daerah. Apalagi Perppu telah merubah tata cara pembubaran Ormas yang sudah diatur pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013. Pemerintah dapat membubarkan Ormas yang terbukti mengancam NKRI, bertentangan dengan Pancasila dan melanggar ketentuan berlaku tanpa melalui proses peradilan. Kewenangan ini diberikan hingga ke Pemda.
Terkait pelaksanaan kewenangan di atas, kami menyadari pentingnya menjaga suasana psikologis dan menghindari kekhawatiran berlebihan dari saudara-saudara yang berkegiatan melalui Ormas. Patron yang dipakai dalam penyusunan Raperda Pemberdayaan Ormas tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, dimana pada Pasal 10 Ayat 1 dinyatakan kebebasan masyarakat untuk mendirikan Ormas baik itu yang berbadan hukum ataupun tidak berbadan hukum.
Artinya, meski dalam Perppu mengatur pendaftaran Ormas di tingkat daerah beserta pola pembinaan dan pengawasan, namun masyarakat yang membentuk Ormas yang tidak berbadan hukum tetap diperbolehkan. Adapun pengawasan yang dilakukan didasarkan atas prinsip pembinaan dan dilaksanakan sebagai bentuk penegakan regulasi. Intinya, selagi aktivitas Ormas tersebut tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, maka eksistensinya dijamin konstitusi.
Hanya saja ada perbedaan perlakuan secara administratif bagi Ormas terdaftar. Misalkan, Ormas tidak berbadan hukum dianggap sebatas perkumpulan dan tak bisa mendapat bantuan dana dari pemerintah, sebelum mendaftarkan diri ke satuan perangkat daerah berwenang yang ditunjuk untuk itu. Muatan itulah yang akan disinggung secara mendalam pada tahap pembahasan Raperda. Maka, perlu pelibatan perwakilan elemen Ormas yang akan ditentukan nantinya. Selain juga membuka pintu bagi elemen dan perwakilan untuk menyampaikan kepada para anggota Pansus melalui media apa saja yang dirasa dapat menjembatani aspirasi. Supaya arus informasi dapat tetap tersampaikan.
Berdayakan
Ormas aset sekaligus modal sosial berharga dalam kehidupan berdemokrasi dan dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Meski ada stigma perilaku oknum mengatasnamakan Ormas melakukan tindakan negatif, namun banyak Ormas yang berkontribusi positif terhadap lingkungan dan masyarakat. Potensi kebaikan tadi tentu sayang disia-siakan.
Melalui Raperda Pemberdayaan Ormas, akan berbuah kepada kebijakan yang bisa merangkul Ormas sebagai mitra bagi pemangku kepentingan dalam menjalankan agenda pembangunan, peningkatan kualitas SDM daerah dalam rangka mewujudkan visi dan misi Riau. Berangkat dari pemikiran tersebut, pengawasan bukan satu-satunya fokus muatan Raperda. Akan tetapi, sekali lagi, penekanan pada aspek pembinaan dan aspek administratif. Karena sulit bagi Pemda untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan menjalin kemitraan jika tidak punya sistem informasi yang jelas mengenai keberadaan Ormas di Provinsi Riau.
Semoga tulisan pengantar di tahap awal Raperda Pemberdayaan Ormas ini dapat membuka wacana, memunculkan masukan dan sumbangsih pemikiran untuk pembahasan ke depannya. Harapan kita semoga Raperda ini membawa perubahan fundamental, ikhtiar untuk menyatukan elemen daerah untuk mencapai tujuan bersama.
Mustahil pemerintah melaksanakan pembangunan tanpa keterlibatan dan partisipasi dari modal sosial yang ada di masyarakat. Dan pembangunan juga tak melulu berupa fisik tapi juga non fisik. Ormas dan apapun bentuk perkumpulan hanyalah bentuk ikhtiar dari individu-individu sebagai sarana menyatukan potensi pemikiran, minat dan aspek lainnya. Ibarat lidi yang bila sebatang dia lemah namun jika banyak lidi digabungkan maka akan kuat dan bisa bermanfaat. Sekarang tinggal bagaimana mengarahkannya untuk tujuan positif.***
*Setiap opini yang telah diterbitkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, bukan tanggung jawab redaksi Bertuahpos.