BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Di benak sebagian orang, senjata kerajaan zaman dulu mungkin hanya keris dan pedang.
Apalagi, film-film berlatar kerajaan di Indonesia selalu menampilkan senjata prajurit hanya pedang dan senjata tajam.
Namun, tahukah kamu, bahwa sejak zaman Majapahit (1293-1527 Masehi), senjata api atau meriam sudah digunakan.
Majapahit adalah kerajaan yang dikenal menggunakan meriam sejak awal. Meriam yang mereka gunakan dinamakan cetbang, atau warastra.
Cetbang adalah meriam yang peluru dan bubuk mesiunya diisi di bagian belakang, atau istilahnya breech loader.
Cetbang terbuat dari perunggu, dengan berbagai macam ukuran tergantung tempatnya. Jika ditempatkan di kapal perang, ukurannya bisa mencapai tiga meter.
Jika Cetbang ditempatkan di benteng atau untuk pasukan di darat, ukurannya lebih kecil. Cetbang untuk pasukan darat bahkan bisa dibawa dan ditembakkan satu orang.
Lalu, darimana Kerajaan Majapahit mendapatkan teknologi meriam ini?
Menurut channel youtube Lycma Mil-Tech, Majapahit mendapatkan teknologi ini dari pasukan Mongol yang datang ke Pulau Jawa.
Saat itu, pasukan Mongol menggunakan meriam yang dalam bahasa Cina disebut Pao.
Bentuk senjata Pao yang sederhana, terbuat dari perunggu, dan pembuatannya di cor, membuat Majapahit dengan mudah membuat meriam serupa. Meriam buatan Majapahit ini kemudian dikenal dengan cetbang atau warastra.
Untuk bubuk mesiunya juga mudah dibuat. Bahan mesiu yang terbuat dari arang, belerang, dan potasium nitrat atau sendawa sangat mudah ditemukan di Pulau Jawa.
Untuk belerang, Majapahit tinggal mengambilnya di gunung berapi yang ada banyak di Jawa. Arang hanya tinggal membakar kayu.
Untuk sendawa, bisa diambil dari kotoran kalelawar yang banyak berada dalam gua. Cara lainnya mendapatkan sendawa adalah dengan mengolah kencing kuda.
Menurut Prasasti Sekar, meriam cetbang Kerajaan Majapahit diproduksi di Rajekwesi, Bojonegoro. Sementara, bubuk mesiunya diproduksi di Swatantra Biluluk, atau sekarang Lamongan.
Salah satu peninggalan meriam cetbang yang bisa dilihat hari ini berada di Museum Bali, Denpasar. Museum Fatahillah di Jakarta juga memiliki koleksi meriam cetbang ini, yang dilabeli sebagai ‘Meriam Cirebon’.
Sementara, beberapa museum di luar negeri seperti Metropolitan Museum of Art, New York, Amerika Serikat, dan Museum Luis de Camoes di Makau juga memiliki koleksi meriam cetbang. (bpc4)