BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Kasus pembakaran bendera PDIP berbuntut panjang. Pihak dari PDIP membuat laporan secara resmi ke pihak yang berwajib atas kasus itu.
Menurut Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar, langkah PDIP menggunakan Pasal 160 KUHP, 170 dan Pasal 156 KUHP dalam laporan insiden pembakaran bendera PDIP, tidak tepat.
Bunyi Pasal 160 KUHP, ‘Barang siapa di muka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum, dengan kekerasan atau supaya jangan mau menurut peraturan undang-undang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500’.
Artinya Pasal 160 ditujukan kepada penguasa atau pemerintah. “Jadi kurang tepat jika yang lapor itu pengurus PDIP,” kata dia melalui pesan teks pada Sabtu, 27 Juni 2020, seperti dikutip dari tempo.co.
Lalu, Pasal 156 KUHP bunyinya begini, ‘Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500.’
Fickar menilai, pasal itu juga tidak tepat lantaran dalam konteks unjuk rasa RUU HIP, subyek pidana tidak jelas. “Kerumunan orang yang tidak teridentifikasi, kecuali ada orang tertentu yang dilaporkan karena isi pidato atau pernyataannya,” kata dia.
Jadi memang, menurutnya, agak sulit cari rumusan pidana dalam aksi pembakaran bendera ini. Lain hal jika yang dibakar adalah bendera Indonesia, di mana itu adalah lambang negara yang diatur dalam UU tersendiri.
“Dan bendera PDIP tidak dapat dikualifikasi sebagai bendera nasional lambang negara,” kata Fickar. PDIP telah melaporkan insiden pembakaran bendera PDIP ke 5 Kepolisian Resor dan Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 26 Juni 2020. (bpc3)