BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — MUI kembali mengelurkan fatwa di tengah mewabahnya virus corona di Tanah Air. Fatwa yang dikeluarkan MUI kali ini berkaitan dengan pedoman penyelenggara jenazah umat muslim terinfeksi Covid-19.
Fatwa Nomor 18 Tahun 2020 itu meminta agar jenazah muslim tetap mendapat haknya untuk dimandikan, dikafani, disalati, dan dikubur sesuai ajaran Islam. Namun dalam hal memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang
“Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19,” bunyi penggalan dari Fatwa MUI yang diterima bertuahpos.com, Sabtu, 27 Maret 2020.
Dalam pedoman ini, jenazah muslim yang terpapar COVID-19 dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya. Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani.
Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayammumkan. Petugas wajib membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan.
Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh. Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah.
Adapun tata cara tayamum yaitu dengan cara mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu, untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD.
Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dharurah syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
Sementara itu, dalam mengafani, Fatwa MUI menganjurkan bahwa stelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dharurah syar’iyyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
Terkait pedoman menyalatkan jenazah yang terpapar COVID-19, MUI dalam fatwanya menyatakan, disunnahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani. Dilakukan di tempat yang aman dari penularan COVID-19.
Kemudian dilakukan oleh umat Islam secara langsung (hadhir) minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh dishalatkan dari jauh (shalat ghaib). Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan COVID-19.
Untuk pedoman menguburkan jenazah yang terpapar COVID-19, dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis. Lalu, dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.
Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor 34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat. (bpc3)