BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — 20 Februari 2019, Gubernur Riau Syamsuar dan Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution dilantik. Besok, Sabtu, 20 Februari 2021, genap dua tahun masa kepemimpinannya memimpin Riau, setelah memenangkan Pilgub Riau 2018 lalu.
Beberapa catatan penting terkait dua tahun masa kepemimpinan Syamsuar-Edy Natar, penggiat lingkungan di Riau memiliki beberapa catatan khusus. Khususnya terkait lambannya realisasi komitmen di sektor lingkungan hidup dan kehutanan [LHK].
“Apa yang disampaikan oleh Kepala DLHK Provisni Riau Mamun Murod, pada 18 Februari 2021, sudah sangat jelas menunjukkan lambannya kinerja Syamsuar dan justru mengklaim prestasi gubernur sebelumnya,” kata Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau [Jikalahari] Okto Yugo Prasetyo dalam pres rilisnya yang diterima Bertuahpos.com, Jumat, 19 Februari 2021.
Okto menyebut, pertama; penetapan siaga darurat Karhutla yang sesuai mekanisme dan arahan Menkopolhukam, tak ada yang baru, hanya mengikuti pola sebelumnya. Sementara itu, hasil temuan Jikalahari dalam lima tahun terakhir — sejak penetapan awal Siaga Karhutla dimulai di awal bulan antara Januari atau Februari hingga Oktober atau November — makna pencegahan Karhutla di daerah menjadi lebih sempit.
Hanya sebatas patroli, padamkan api, bikin himbauan, sosialisasi dan rapat-rapat forkopimda. Tidak menyentuh perbaikan hulu berupa perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan atau sesuai dengan fokus janji Gubernur Syamsuar.
“Bagaimana dengan janji Gubernur Riau untuk mempercepat realisasi reforma agraria, kebijakan Riau Hijau, Satgas Sawit illegal dan hendak mencabut izin korporasi yang lahannya kembali dibakar?” tanya Okto.
Dia menambahkan, di saat Riau tidak sedang dirundung Karhutla, juga tidak terlihat progres kinerja perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan yang menggembirakan. “Intinya, ada tidak ada status siaga karhutla, progres implementasi kebijakan SDA-LH Gubernur Syamsuar belum terlihat dan berdampak pada masyarakat,” kata Okto.
Kedua; terkait DLHK Provinsi Riau telah menyampaikan perbaikan Laporan KLHS RTRW Provinsi Riau 2018-2038 kembali kepada KLHK untuk proses validasi melalui surat Nomor 667/PPLHK/3616 tanggal 27 November 2020.
“Hampir dua tahun Syamsuar menjadi Gubernur, balasan surat validasi KLHS baru dikirim? Padahal surat KLHK perihal Validasi KLHS terbit 11 April 2018 perihal Validasai KLHS RTRW Riau Tahun 2017–2037 meminta Gubernur Riau menyempurnakan KLHS selambat-lambatnya satu tahun,” jelasnya.
“Artinya Gubernur Riau Syamsuar harus menyempurnakan KLHS dan menyerahkan paling lambat pada 11 April 2019,” ungkapnya.
Dalam surat KLHK Nomor S.418/MENLHK-PTKL/PDLKWS/PLA.3/4/2018 terkait Validasi KLHS RTRW pada poin F, Gubernur Riau diminta untuk menyempurnakan kembali KLHS selambat-lambatnya dalam satu tahun untuk memperbaharui kajian daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup.
Selain itu gubernur juga diminta untuk memperbaiki akurasi data, khususnya data penggunaan lahan oleh masyarakat dan perusahaan, tumpang tindih perizinan dengan konflik masyarakat serta pemanfaatan ruang yang tidak sesuai ketentuan terhadap kawasan hutan secara umum dan wilayah.
Termasuk, kata Okto, memperkaya kajian sosial ekonomi budaya dan sosial ekologis dan memperbaiki simulasi dan modeling scenario kebijakan ke depan secara lebih komprehensif.
Selain itu KLHS juga harus dilengkapi kajian kerusakan, kerentanan dan keberfungsian ekosistem gambut, memasukkan pertimbangan terhadap daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup seluruh provinsi Riau, arahan pemanfaatan dan pengendalian pada lokus yang jelas untuk setiap kabupaten/ kota dan membuat peraturan zonasi tambahan dalam RTRWP.
Gubernur juga diminta melakukan pemantauan dan pengawasan ketat pelaksanaan pemanfaatan ruang, mewajibkan penyusunan dan/atau peninjauan kembali RTRW ke seluruh kabupaten kota yang dilengkapi KLHS serta secara aktif berdialog dan berkonsultasi kepada masyarakat serta membuka akses informasi sebaik-baiknya.
”Bukan hanya lambat, proses validasi tanpa melibatkan publik di era Gubernur Andi Rachman juga diulangi Syamsuar. Seyogyanya, jelang hasil validasi dari KLHK untuk peninjauan penyusunan RTRWP Riau 2018-2038 juga penggabungan muatan RZWP3K, Gubernur Riau sudah memulai membuka partisipasi publik,” ungkapnya.
Ketiga, DLHK menyebut izin Perhutanan Sosial (PS) telah diberikan sebanyak 79 izin pada areal seluas 124.953,82 ha meliputi 25.513 KK melalui Skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat.
Menurut data Jikalahari hingga Juli 2020, Ada 74 izin Perhutanan Sosial seluas 100.825,34 ha yang terbagi dalam 7 HTR, 39 HKm, 25 HD, 2 HA dan 1 Kemitraan. Izin PS paling banyak terbit di zaman Gubernur Andi Rahman sebanyak 42 izin dengan luas 79.659 ha. Sedangkan diperiode Gubernur Syamsuar hanya 27 izin dengan luas 18.996,8 ha. \
“Percepatan PS di era Mamun Murod tergolong lamban, padahal ini menjadi komitmen Gubernur Syamsuar yang sudah berkomitmen dalam dua tahun ke depan akan menyerahkan lahan Perhutanan Sosial seluas 138.000 ha kepada masyarakat,” kata Okto Yugo.
Keempat, DLHK juga menyebut penertiban oleh Tim Satgas Terpadu yang dibentuk oleh Gubernur Riau, beberapa diantaranya telah sampai putusan/incraht.
Lalu, progresnya lamban karena paska UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja butuh tindaklanjut karena pasal 36 dan 37 yang intinya wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat tiga tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dan ketentuan sanksi adminsitratif bagi yang tidak menyelesaikannya.
Menurut Okto, justru data menunjukkan, Satgas illegal dibentuk Syamsuar berdasarkan SK Gubri Nomor Kpts.1078/IX/2019 pada 12 Agustus 2019. Artinya, jauh sebelum UU No 11 Tahun 2020 dibentuk. Hingga Januari 2020, Tim Satgas Terpadu ini telah mengidentifikasi 80.885,59 ha kebun sawit di 9 kabupaten Riau. Temuannya ada 32 korporasi illegal yang menggarap 58.350 ha lahan.
“Apa hasilnya, hingga detik ini tidak ada informasi yang bisa diakses di website resmi Pemprov Riau. Terkait sudah ada yang incraht juga perlu diperjelas, perkara yang mana? Jangan sampai perkara di bawah 12 Agustus 2019 juga diklaim sebagai kerja Satgas Sawit illegal,” kata Okto Yugo.
“Kami apresiasi atas rilis DLHK Provinsi Riau, namun fakta dan datanya tidak jelas dan rinci. Kami menyimpulkan dari rilis tersebut justru menunjukkan jelang dua tahun Syamsuar menjabat sebagai Gubernur lemah dalam memimpin termasuk mengawasi implementasi janji dan komitmen perbaikan tata Kelola lingkungan hidup dan kehutanan,” kata Okto Yugo.
Kepala DLHK Provinsi Riau Mamun Murod, dalam konferensi pers yang digelar di kantornya pada Kamis, 18 Februari 2021, menanggapi bahwa omitmen Pemerintah Provinsi Riau untuk terus mendorong pengarus-utamaan konsep Pembangunan Berkelanjutan, sangat membutuhkan dukungan dan sinergi segenap potensi yang ada.
Soal penetapan Status Siaga Darurat Karhutla di Provinsi Riau oleh Gubernur Riau pada tanggal 15 Februari 2021 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Oktober 2021 telah mengikuti mekanisme peraturan perundang-undangan, yakni Permen LHK No. P.9/MenLHK/Setjen/Kum.1/3/2018 tentang Kriteria Teknis Status Kesiagaan dan Darurat Kebakaran Hutan dan lahan.
Peraturan Gubernur Riau Nomor 09 Tahun 2020 tentang Prosedur Tetap Kriteria Penetapan Status Keadaan Bencana dan Komando Satgas Pengendalian Karhutla di Provinsi Riau.
“Menyikapi situasi yang berkembang di lapangan, sebelumnya telah ditetapkan Status Siaga Darurat Karhutla di Kabupaten Bengkalis dan Kota Dumai. Di samping pertimbangan hal tersebut diatas, Penetapan Status Siaga Darurat Karhutla Provinsi Riau juga merupakan tindak lanjut arahan Menko Polhukam RI pada Rapat Koordinasi virtual dengan beberapa Gubernur dan Forkompinda pada tanggal 9 Februari 2021,” kata Mamun Murod.
Dia menambahkan, Pemerintah Provinsi Riau berkomitmen menuntaskan KLHS RTRW Provinsi Riau Tahun 2018-2038, dengan progres, melalui DLHK Provinsi Riau telah menyampaikan perbaikan Laporan KLHS RTRW Provinsi Riau 2018-2038 kembali kepada KLHK untuk proses validasi melalui surat Nomor 667/PPLHK/3616 tanggal 27 November 2020.
“Hasil Validasi akan digunakan sebagai dasar proses Peninjauan Kembali Penyusunan Dokumen RTRW Provinsi Riau 2018-2038 dan/atau untuk proses penyusunan Materi Teknis Peninjauan kembali RTRW Provinsi Riau 2018-2038,” tambahnya.
Memenuhi amanat UU No. 11 Tahun 2020 tentang UUCK akan dilakukan penggabungan muatan RZWP3K Provinsi Riau dan RTRW Provinsi Riau dalam Perda Tata Ruang Provinsi Riau. Mamun Morod menambahkan, komitmen Provinsi Riau untuk membuka akses legal bagi masyarakat dalam pemanfaatan kawasan hutan terus dilakukan melalui Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) dan pengembangan Perhutanan Sosial (PS).
“Progresnya sesuai kewenangan Pemerintah Provinsi Riau telah dilakukan inventarisasi dan verifikasi untuk PPTKH pada 9 kabupaten/kota (Dumai, Pelelawan, Siak, Rohil, Bengkalis, Kep. Meranti, Inhu, Inhil dan Kuansing),” jelasnya.
“Saat ini sedang dalam proses pembahasan untuk Rekomendasi TORA dari Gubernur Riau kepada Menko Maritim dan Investasi RI. Tiga kabupaten/kota lainnya telah diprogramkan pada kegiatan Tahun 2021. Sehingga diharapkan tuntas untuk 12 Kabupaten/kota se Provinsi Riau pada tahun berjalan,” tambahnya.
Selain itu, izin PS telah diberikan sebanyak 79 Ijin pada areal seluas 124.953,82 ha meliputi 25.513 KK melalui Skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat.
Selain itu, terkait persoalan kebun sawit ilegal, luas kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan berdasarkan telaah Peta Tutupan Lahan (versi Tahun 2017) oleh KLHK RI seluas lebih kurang 1,2 juta ha, baik dibebani izin maupun non izin. Dengan proporsi 77% milik masyarakat/perorangan dan sisanya 23 % milik korporasi/badan hukum.
“Penertiban oleh Tim Satgas Terpadu yang dibentuk oleh Gubernur Riau, beberapa diantaranya telah sampai putusan/incraht. Mempedomani amanat UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, tindak lanjut kasus kebun sawit dalam kawasan hutan akan dilakukan mengikuti ketentuan khususnya pada pasal 36 dan pasal 37, bahwa akan diwajibkan menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dan ketentuan sanksi adminsitratif bagi yang tidak menyelesaikannya,” sebutnya. (bpc2)