BERTUAHPOS.COM – Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo mengeluarkan statemen bahwa penegakan hukum hingga HAM di era Presiden Jokowi jeblok, dengan memberi nilai hanya 5. Sementara Calon Wakil Presiden (Cawapres) Ganjar Pranowo adalah Mahfud MD, yang juga Menko Polhukam Presiden Jokowi.
Menanggapi hal ini, Politisi PDIP, Dr M Kapitra Ampera, SH., MH., mengatakan, apa yang dikatakan Capres PDIP Ganjar Pranowo adalah dalam rentang waktu setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang usia Cawapres, bukan dalam waktu 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi.
“Saya melihat apa yang dikatakan Pak Ganjar itu pasca keputusan MK. Bukan generalisasi selama 10 tahun terakhir,” kata Kapitra Ampera, dalam acara Breaking News di Metro TV, Minggu (19/11/2023) malam.
Menurut Kapitra Ampera, dalam pilar sistim hukum Indonesia, ada tiga komponen yang berperan soal jalan atau tidak jalannya hukum di tengah masyarakat, yakni lembaga hukum, penegak hukum dan hukum itu sendiri.
“Indonesia sudah memiliki hukum yang baik, dan selalu diperbaiki. Juga sudah sangat responsif, sudah megakomodir gejala sosial milenial, Gen Z serta hukum kita sudah sangat adaptatif dengan kondisi hari ini,” kata Kapitra Ampera.
Sementara soal penegak hukum, kata Kapitra, dalam undang-undang, Indonesia sudah memiliki pihak kepolisian, ada pengadilan, ada kejaksaan, ada advokat. Sedangkan penegak hukum adalah orang yang melaksanakan penegakan hukum dari lembaga hukum itu sendiri. Harus ada pembedaan tiga pilar ini dulu.
“Jadi harus ada pembedaan pilar ini dulu. Jika tidak akan jadi bias dan jadi generalitatif terhadap sistim hukum Indonesia,” kata Kapitra Ampera.
Tetapi menurut Kapitra, memang secara pribadi, orang memiliki otoritas sendiri menilai penegakan hukum di Indonesia, apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak. Tetapi yang penting, kata Kapitra, bukan itu spiritnya. Spirit kompetensi itu harus didahului dengan kebersamaan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
“Ini dalam hukum tatanegara disebut pengalihan kekuasaan dengan damai melalui Pemilu. Sebaiknya kita fokus ke sini saja,” kata Kapitra Ampera.
Selain itu, soal kritikan Ganjar Pranowo, Kapitra mengatakan bahwa itu bukan mengoreksi Mahfud atau Presiden, karena Presiden tidak bisa intervensi kepada lembaga yudikatif, kepada lembaga pengadilan, karena lembaga tersebut independen. Juga tidak bida intervensi terhadap penegakan hukum.
“Jika penegakan hukumnya keliru yang diganti orangnya bukan lembaga hukumnya, karena sistim penegakan hukum kita sudah baik,” ujar Kapitra.
Menurut Kapitra, statemen Ganjar Pranowo bukanlah bersifat menyerang. Tetapi melihat fenomena pasca keputusan MK, karena MK adalah benteng terakhir sebuah perjuangan keadilan tentang aturan-aturan yang dibuat agar tidak bertentangan dengan UU 1945.
Kapitra juga mengatakan bahwa orang punya sudut pandang sendiri dan itu hak azazi manusia untuk memberikan penilaian. tetapi apakah argumentasi itu bisa menjadi argumentasi publik secara normatif, belum tentu.
“Tetapi hampir semua orang bicara soal keputusan MK itu dan itu teruji ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan secara etika. Ini fakta yang aktual. Tapi apakah ini bisa disalahkan Presiden? Tentu tidak karena Presiden juga tidak bisa intervensi terhadap lembaga yudikatif. Ini kan kembali pada orangnya, tidak bisa dibentur-benturkan,” kata Kapitra Ampera.**/ril