BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Sulit dan lemahnya pengetahuan masyarakat soal investasi menjadi sasaran empuk bagi penyedia jasa keuangan untuk memutuskan praktik rentenir. Pelakunya bukan mereka yang terlibat dalan industri jasa keuangan, tapi orang-orang yang ada di lingkungan petani dan pedagang yang punya uang banyak.Â
Kasus seperti ini pernah mencuat di Kabupaten Siak. Pedagang menyebut kredit mritil. Polanya sama saja dengan praktik rentenir.Â
“Jadi kita pinjam uang Rp 1 juta. Dapatnya Rp 900 ribu. Rp 100 ribu untuk administrasi. Jadi perharinya bayar Rp 30 ribu. Pernah satu hari dagangan sepi dan kami tidak bisa bayar. Kata tukang pungut kredit enggak apa-apa, tapi utangnya lama baru lunas,” ujar Ana, seorang pedagang sarapan pagi di Siak. (data: liputan bertuahpos.com).
Syaratnya hanya KTP, pedagang bisa dapat sejumlah uang untuk modal usaha. Kalau kredit mritil di Siak, memamg tidak ada barang yang disita. Namun konsekuensi bisa seumur hidup dililit utang.Â
Praktik rentenir seperti ini diyakini tidak hanya pesat di Siak. Bahkan di Ibu Kota Riau sendiri juga masih banyak melakukan praktik seperti itu. Sasaran mereka adalah pedagang di pasar resmi. Di mana mereka menawarkan sejumlah uang kepada pedagang untuk tambahan modal.
Hal ini juga diakui oleh Asisten II Setdaprov Masperi. Dia melihat praktik seperti ini marak karena petani atau pedagang tidak punya akses ke perbankan.Â
“Makanya mereka juga buruh pemahaman soal keuangan. Kalau tidak ada yang pinjam uang ke rentenir, otomatis praktik seperti ini mati. Itu persoalannya,” katanya. (bpc3)