BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Kamazaro Waruwu, Ketua Majelis Hakim yang mengadili perkara korupsi Jembatan Pedamaran II, memerintahkan Jaksa Penuntut Umum, menghadirkan mantan Bupati Rokan Hilir, Annas Maamun di persidangan untuk didengar keterangannya sebagai saksi.
Tidak itu saja, hakim juga memerintahkan agar jaksa menghadirkan Anasri, Ketua Panitia Lelang Jembatan Pedamaran, di persidangan sebagai saksi.
“Kita minta kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan kedua orang ini di persidangan nantinya. Jika tidak mau maka akan kita panggil paksa,” ujar Kamazaro, kepada JPU Eka Safitra SH.
Pemanggilan ini menurut majelis hakim karena dari keterangan saksi-saksi sebelumnya di persidangan menyebutkan perihal keterlibatan dua nama tersebut, dalam perkara korupsi Jembatan Pedamaran II.
“Ada keterangan saksi di persidangan yang menyebutkan bahwa PT Waskita Karya sudah ditunjuk sebagai pemenang, sebelum proyek ini ditenderkan. Itu disebut-sebut instruksi dari Annas Maamun yang ketika itu menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir. Karena itu kita minta kepada Jaksa Penuntut Umum nantinya menghadirkan mantan Bupati Rokan Hilir Annas Maamun dan Anasri sebagai Ketua Panitia Lelang, sebagai saksi nantinya di persidangan dalam perkara ini. Jika tidak bersedia maka dipanggil paksa,” ujar Ketua Majelis Hakim Kamazaro Waruwu SH, kepada Jaksa Penuntut Umum Eka Safitra SH.
Sementara pada persidangan, Kamis (27/7/2017), jaksa penuntut umum menghadirkan dua saksi yang merupakan anggota tim peneliti kontrak, yakni Kodri dan Roi.
Untuk diketahui, dalam perkara korupsi proyek Jembatan Pedamaran II, saat ini dua orang dijadikan sebagai terdakwa, yakni mantan Kadis PU Rohil Ibus Kasri dan Minton Bangun.
Dalam proyek jembatan pedamaran tersebut terdapat kerugian negara sebesar Rp9.247.310.134, yang kemudian memperkaya PT Waskita Karya.
Baca:Â PT Waskita Karya Diduga Suap Kadis PU Rohil dan Staf, Terkait Jembatan Pedamaran II
Salah satu item kerugian negaranya adalah adanya pembayaran tiang pancang sebanyak 77 buah.
Padahal ini sama sekali tidak pernah dikerjakan, tetapi dibayarkan. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp2,65 miliar.
Kemudian adanya tiang yang dipasang namun mengalami kerusakan dan dicabut kembali oleh kedua terdakwa dilakukan pembayaran.
Padahal semestinya hal tersebut merupakan tanggungjawab dari kontraktor pelaksana, karena masih dalam tahap pelaksanaan.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 Undang Undang No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Subsidair Pasal 3 Jo pasal 18 Undang Undang No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (bpc17)