BERTUAHPOS.COM (BPC) – Batu Ametis di Indonesia terkenal dengan nama Batu Kecubung Kasihan (asihan) yang warnanya ungu. Nama Ametis berasal dari bahasa Junani ‘Amethistos’ yang artinya ‘penjaga mabok arak’.
Batu ini dipercaya sebagian orang memberi kesejukan. Mampu mengendalikan amarah dan menentramkam batin. Itu pula, mungkin, kalangan alim ulama senang dengan dengan batu ini.
Sebenarnya tidak semua batu Kecubung Kasihan itu berwarna ungu (lembayung). Ada pula yang berwarna ungu muda, ungu semu merah, semu biru dan ungu tua, bahkan ada yang nyaris hitam.
Batu ini jika dipanaskan di dalam pasir atau tanah lempung, lambat laun warnanya akan berubah menjadi kuning emas. Apabila batu yang sudah menjadi kuning emas itu digosok, biasanya ditawarkan sebagai batu Citrien (Sitrin) dengan nama Kinyang Cempaka. Sebab batu Sitrin yang tulen asalnya dari batu kwarsa yang kuning emas.
Orang suka mencampurkan batu Sitrin dengan Ametis, terutama di Br-ika dan Uruguay. Perbedaan antara batu Sitrin palsu atau buatan (asal dari Ametis yang berubah warna) dengan Sitri tulen terletak pada warnanya. Sitrin buatan kilaunya kusam, sedang Sitrin tulen kilaunya hidup.
Batu Ametis ungu tua disebut Kecubung Duwet (buah duwet memang berwarna ungu tua) dan katanya disukai oleh alim-ulama, kaum yang beribadah. Itu karena warnanya melambangkan langit bersifat ‘welas asih’ (kasih sayang dan mahakuasa, sebab letaknya di atas bumi).
Batu Ametis ini banyak sekali. Untuk itu, sesungguhnya tak perlu orang memalsunya. Namun kadang-kadang orang masih menemukan batu Ametis tiruan yang berasal dari Tiongkok.
Batu ini sudah dikerjakan dengan baik dan diikat dengan perak, lalu dijual sebagai batu Ametis Tiongkok. Padahal tidak ada jenis batu seperti itu. Yang ditawarkan itu sebenarnya adalah batu Kalsedon (Calcedoon) ungu. Dan batu Kalsedon bukan batu Ametis, walaupun termasuk dalam satu keluarga Kwarsa.
Ada pula jenis batu yang dinamakan Ametis Oriental. Sebenarnya batu ini adalah purple sapphire atau batu safir ungu.
Ametis itu maknanya ‘penjaga mabok arak’. Ini berasal dari dongeng yang dikarang pujangga Aristoteles sebagai berikut: Seorang bidadari yang cantik jelita telah dirindukan Dewa Bacchus, ialah dewa yang melindungi pemabuk-pemabuk anggur yang parasnya buruk tidak menarik hati kaum wanita.
Setelah bidadari itu dikejar-kejar, maka dalam keputus-asaan, bidadari itu minta pertolongan Dewa Diana, pelindung kaum wanita dan kesucian.
Dengan kesaktian Dewi Diana, bidadari itu disulap menjadi batu yang indah pada saat nyaris disergap Dewa Bacchus.
Dewa pemabuk ini merasa cemas karena kasih tak sampai, maka ia menyemburkan warna ungu pada bidadari yang disulap menjadi arca itu.
Warna ungu ini menyerupai warna anggur dan sejak waktu itu batu itu tetap menjadi batu yang diberi nama Ametis. Dan siapa saja yang memakai batu cincin Ametis ini terhindar dari bahaya mabuk anggur.
Pada zaman Italia kuno, bangsa Romawi dari golongan bangsawan yang kaya raya membuat cawan-cawan anggur dari batu Ametis. Ini bukan didasarkan kepercayaan tak bisa mabuk, akan tetapi untuk mencegah racun yang sewaktu-waktu bisa menyelinap dalam cawan itu.
Di Indonesia ada juga batu Ametis. Itu terdapat di Gunung Paget di Samarinda (Kalimantan Timur). Di pinggir gunung itu terdapat gua yang berdinding batu Ametis. Asal nama Kecubung ini sebenarnya adalah jalinan pikiran dengan sejenis bunga kecubung yang berwarna kemerah-merahan muda atau ungu. Tetapi ada pula jenis batu Kecubung yang hijau seperti daun bunga-bungaan tadi.
Hampir di seluruh tempat di Kalimantan terdapat batu kecubung. Tetapi terbanyak terpendam dalam tanah di daerah Kotawaringin Barat (Kalimantan Tengah), Kotawaringin lama, Kecamatan-kecamatan Balai Riam (Lamandau).
Banyak manfaat yang terdapat di batu Kecubung Asihan. Sesuai dengan namanya, maka batu ini menimbulkan rasa kasih sayang, mengendalikan amarah dan penyebar bibit budi pekerti yang mulia. Selain diyakini mampu menjaga ketenangan menghadapi cobaan maupun ujian.
Selain itu juga sebagai pelindung agar tidak terkena racun atau mencegah dari rasa mabuk. Selain dipercaya mampu memberi semangat mengatasi segala macam kesulitan.
Batu Ametis seperti ini banyak dipakai oleh para alim ulama, karena sifatnya yang begitu bagus. Orang luar Indonesia mengenalnya dengan menyebut “the bishop’s stone†(Batu Alim Ulama). (sul/jss)