BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Bukan hanya soal harga beras yang meroket, masalah beras mengandung plastik, atau beras sintetis, telah meningkatkan kecemasan warga di Pekanbaru, Riau.
Dugaan beras sintetis sebelumnya ditemukan di daerah Campago Ipuh, Bukittinggi, Sumatera Barat. Sumbar, sejauh ini berkontribusi besar terhadap ketersediaan beras konsumsi untuk masyarakat di Riau.
Menurut data yang pernah dikeluarkan oleh Pemprov Sumbar, ada 1,4 juta ton padi diproduksi oleh provinsi itu pada tahun 2021. Lebih dari 800 ribu tonnya menjadi beras siap konsumsi.
Jumlah produksi ini, tercatat melebihi angka konsumsi beras di Sumbar yakni hanya sekira 500 ribu ton. Sisanya sebanyak 300 ribu ton itulah yang disuplai ke provinsi lain yang membutuhkan, salah satu Riau.
Artinya, beras sintetis sangat mungkin bisa masuk ke Riau jika tak ada pengawasan ketat dari pemerintah dan pihak terkait lainnya. “Kami pun tak tahu bagaimana kami bisa membedakan beras mengandung plastik,” kata Uwa, seorang pedagang di Pasar Cik Puan, Pekanbaru, kepada Bertuahpos.com, Jumat, 13 Oktober 2023.
Nurdiansyah, seorang kepala rumah tangga yang berdomisili di Sail, Pekanbaru, mengingat-ingat, bahwa selama ini tak pernah ada sosialisasi atau edukasi dari pemerintah setempat tentang beras sintetis. “Padahal itu perlu,” katanya.
“Selama ini, kalau kita beli beras, ya beli aja kan. Sampai di rumah, setelah dimasak langsung dimakan aja. Nggak pernah tahu kita, itu beras asli atau beras palsu (sintetis). Dari pemerintah atau pihak lain juga nggak pernah ada edukasi kan?” tanyanya.
Pekanbaru, menjadi kota paling rentan disusupi beras sintetis dari Sumbar. Pengawasan ekstra memang harus dilakukan pemerintah kota. Namun itu sudah dilakukan, kata Asisten II (Bidang Ekonomi dan Pembangunan) Setdako Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutasuhut, Kamis, 12 Oktober 2023.
Sejauh ini, kata dia, Pemko telah mengimbau kepada masyarakat, agar tidak panik menghadapi isu beras sintetis. Tapi, tetap harus waspada. Cara paling gampang, kata dia, beli beras di tempat langganan yang sudah dipercayai.
“Pengawasan yang kami lakukan tak cuma terhadap beras, tapi juga pada bahan pokok lainnya. Terutama untuk menjaga stabilitas ketersediaan,” tutur Ingot.
“Sekali lagi, masyarakat tidak perlu panik. Beli la kebutuhan sehari-hari di tempat langganan,” tegasnya.
Beras Plastik Mustahil Bisa Mengembang
Wakil Ketua Halal Center Universitas Gadjah Mada, Nanung Danar Dono, S.Pt., M.Sc., Ph.D, meragukan isu soal beredarnya beras plastik atau beras sintetis, sebagaimana dilansir dari laman resmi ugm.ac.id.
Menurutnya, polimer plastik saat dipanaskan atau dikukus hanya akan berubah jadi plastik panas. Bahkan, jika terlalu panas ia akan mengkerut atau mengkeret, bukan malah mengembang.
“Begitu pula dengan beras plastik komersial. Jika memang benar ada, maka saat dipanaskan ia hanya akan berubah menjadi beras plastik panas, bukan berubah menjadi nasi,” ujarnya.
Terkait pemberitaan dan video tentang beras (konsumsi) palsu yang terbuat dari plastik adalah informasi bohong alias hoax. Jika hal itu sebagai informasi benar maka saat beras dari plastik dikukus mustahil bisa mengembang atau berubah wujud menjadi nasi.
Nanung menyampaikan jika ada orang yang membuat video menggenggam nasi lantas dibentuk bola padat lalu bisa memantul saat dilempar, maka hal itu bukan berarti mengindikasikan nasi tersebut terbuat dari plastik.
Namun, nasi tersebut mengindikasikan memiliki kandungan non-starch polysaccharides (NSP) atau karbohidrat non-patinya tinggi.
Terutama pada kandungan amilopektin dan amilosa. Contoh jenis beras yang memiliki kandungan amilopektin dan amilosa tinggi adalah beras ketan atau glutten rice atau stiky rice.
“Itulah sebabnya mengapa lemper itu saat digigit sangat liat berbeda dengan arem-arem yang terbuat dari beras biasa,” terangnya.
Nanung menjelaskan industri nasi palsu, telur palsu, ikan (tempura) palsu, kobis palsu, sayur palsu sesungguhnya memang ada di Jepang dan di China. Meski begitu produk-produk tersebut sebatas sebagai bahan display menu masakan di depan restoran siap saji dan bukan untuk dikonsumsi.
Dengan klarifikasi ini ia berharap beberapa pemberitaan tidak lagi meresahkan dan menambah literasi di masyarakat.***