SETELAH 20 tahun menggeluti usaha keripik singkong, UMKM Leni Snacks membuktikan perkembangan usaha yang signifikan terhadap produk mereka, dan disukai pasar Sumatera.
Selain singkong, Leni Snacks juga memproduksi keripik kentang dan berhasil menembus pasar nasional, bahkan internasional.
Tiap bulan, 1.000 pcs keripik kentang—yang diproduksi di Muara Fajar, Pekanbaru itu—wajib diekspor ke Amerika Serikat.
Di Kuok, Kampar, Madu Wilbi sudah sangat dikenal sebagai produk madu berkualitas. Puluhan produk turunan dari madu diproduksi untuk memenuhi permintaan pasar.
Meski masih dijajaki pasar internasional, produk dari Madu Wilbi cukup diunggulkan, dan sudah punya distributor tetap di Jawa Timur.
Kedua UMKM asal Riau ini, sama-sama memberlakukan pola kemitraan dalam menjalankan bisnis mereka.
Berangkat dari Kebutuhan dan Kondisi yang tak Menentu
Direktur CV Leni Snacks, Adi Sumanto, pernah kelimpungan. Tingginya permintaan pasar terhadap keripik singkong tak sebanding dengan ketersediaan bahan baku.
“Singkong di Pekanbaru sempat langka, sekitar pertengahan 2023 kemarin lah,” katanya.
Minimnya ketersediaan bahan baku dengan sendirinya membuat harga singkong di pasaran naik drastis.
Selain bingung untuk memenuhi permintaan pasar, kondisi ini tentu saja akan mengacaukan pembukuan keuangan.
Adi, lalu berinisiatif untuk menghubungi beberapa temannya—yang memang berprofesi sebagai petani.
Setelah berdiskusi, mereka bikin kesepakatan. Leni Snacks butuh sekitar 10-12 ton singkong dalam sebulan. Petani setuju, dan mereka pun bermitra.
“Di awal saya sudah beri syarat, pertama jenis singkongnya adalah jenis singkong roti atau singkong Thailand.”
“Semua hasil panen kami tampung. Bahkan kami beri uang muka, sebelum mereka tanam,” tuturnya.
Bantu Pasar Petani Madu
Owner Madu Wilbi, Lenny Listriyani, membangun bisnis dengan pola kemitraan sejak awal usahanya berdiri.
Sekitar tahun 2000-an, suaminya Purnomo, adalah seorang peneliti madu di Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Dia sering bertemu dengan petani lebah liar di Kampar untuk keperluan pekerjaannya.
Saat itu, diketahui lemahnya strategi pemasaran, membuat puluhan bahkan ratusan ton madu lebah hanya bertumpuk di sudut-sudut rumah mereka. Hasil panen melimpah, tapi mereka bingung harus jual ke mana.
“Saya bersama suami berminat untuk menjual madu curah. Para petani menyuplai madu dari hutan alam, lalu kami kemas seadanya lalu dilepas ke pasaran. Waktu itu kami masih mengandalkan relasi yang ada saja,” katanya.
Seiring berjalannya waktu, produk madu curah yang dual Lenny kian dikenal. Pasar mulai berdatangan, hingga akhirnya dia bersama dengan sang suami melakukan ekspansi bisnis ke skala lebih besar, yakni membuat produk-produk turunan dari madu yang berkualitas.
Hingga kini, pola kemitraan antara Madu Wilbi dengan petani madu masih berjalan dengan baik. Berbagai produk madu seperti, madu propolis, madu formula, madu royal jelly dan madu bee pollen. “Ini produk andalan kita,” tuturnya.
Jaminan Ketersediaan Bahan Baku, Geliatkan Ekonomi Petani
Kunci utama dari bisnis pola kemitraan terletak pada kontrak kerja sama antar kedua belah pihak, dan saling menguntungkan satu sama lain.
Pola ini terjalin, salah satunya karena ada pihak yang butuh, dan ada pihak yang menyediakan kebutuhan.
Tentunya tak hanya terbatas pada bahan baku, tapi juga bisa terkait hal lainnya yang turut serta mendorong pertumbuhan dan keberlangsungan usaha.
Semua aspek kemitraan dalam bisnis telah diatur dalam PP Nomor: 17/2013. Perlu diingat, pola kemitraan berbeda dengan joint venture.
Kekurangannya tentu ada. Namun pertimbangan atas potensi keuntungan turut menjadi dasar untuk terjalinnya kemitraan dalam sebuah usaha.
“Sejauh kami bermitra dengan petani singkong di Pekanbaru, kami tidak lagi kekurangan bahan baku,” kata Adi.
Pola kemitraan terbukti sangat membantu dalam hal pemenuhan kebutuhan bahan baku di Leni Snaks, begitu yang dirasakan Adi, dalam menjalankan dan pengembangan bisnis keripik singkongnya.
Selain jaminan terhadap ketersediaan bahan baku, di sisi lain para petani singkong akan mendapat jaminan pasar.
Ubi hasil panen semuanya laku, dan perputaran transaksi itu tentu saja akan berdampak terhadap ekonomi mereka.
Menurut Adi, salah satu kunci keberhasilan bisnis pola kemitraan adalah saling percaya.
“Selagi tak ada pihak yang merasa dikhianati, tentu keduanya akan saling mendapat keuntungan. Kami dan mereka (petani) sudah merasakan itu,” tuturnya.
Kalau di Madu Wilbi, kata Lenny, pola kemitraan yang dijalin agak sedikit longgar.
“Kami tak pernah memaksa petani madu harus jual madunya ke kita. Kalau memang ada buyer yang mau bayar dengan harga tinggi silahkan,” katanya.
“Karena sejak awal, bahan baku kami ambil memang tak semua dari hasil panen petani.”
Meski sudah menelurkan berbagai produk dari turunan madu, Madu Wilbi masih berupaya keras untuk membuka pasar lebih luas.
Kondisi ini membuat mereka membatasi jumlah produksi. “Paling sesuai dengan kebutuhan pasar saja. Kalau untuk alat produksi suah lengkap. Bahkan kami sudah siap produksi dalam skala besar kalau ada buyer-nya,” tuturnya.
Pola kemitraan, kata Lenny, terbukti tak cuma menguntungan bagi usaha sekelas rumah produksi seperti Madu Wilbi, tapi juga petani sangat terbantu.
“Bahkan kami mendorong kepada petani madu itu untuk mencari penampung lain. Mitra itu harus dijalin di banyak tempat, karena dampak ekonomi juga sangat besar,” sambungnya.
Memang bukan hanya Leni Snacks dan Madu Wilbi saja yang menjalankan bisnis pola kemitraan.
Kami yakin, ada banyak UMKM lain di Riau yang menerapkan pola seperti ini, dan tak cuma sebatas pada hasil pertanian yang dimitrakan.
Namun, pola kemitraan tentunya jadi hal penting untuk didorong untuk mewujudkan UMKM Riau yang tubuh dan kuat demi keberlangsungan usaha mereka.
“Hero di saat krisis, lalu dilupakan”. Guyonan seperti itu sering disematkan ke mereka. Peran berbagai pihak sangat dibutuhkan, terutama pemerintah.***