BERTUAHPOS.COM,PEKANBARU – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menetapkan HM Fadillah Akbar ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Identitas tersangka dugaan korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok Kecamatan Enok itu telah disebar untuk mempermudah proses pencarian.
Hal jni disampaikan Kasi Penkum Kejati Riau Bambang Heripurwanto Rabu, 1 November 2023. “Benar, yang bersangkutan (HM Fadillah) ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang Kejaksaan Tinggi Riau Nomor : PRINT-01/L.4.5/FD.1/TAP.DPO/10/2023 tertanggal 19 Oktober 2023,” ujarnya.
Dikatakan Bambang, foto dan identitas DPO telah disebar, dia berjenis kelamin laki-laki, yang lahir di Tembilahan pada 23 April 1975. Bersangkutan merupakan warga Jalan Lingkar II Nomor 20A RT 003 RW 002 Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan, Inhil.
“Pekerjaan wiraswasta (Direktur PT Bonai Riau Jaya),” sebut Bambang.
Lanjut Bambang, HM Fadillah memiliki ciri-ciri sebagai berikut, tinggi badan ± 165 centimeter, kulit sawo matang, bentuk muka oval dan berambut ikal.
“Jika menemukan informasi terkait keberadaan DPO tersebut, harap hubungi kami di nomor : 0812-6654-4068,” kata Bambang.
“Informasi sekecil apapun dari masyarakat, sangat membantu kami dalam menegakkan hukum yang berkeadilan,” sambungnya.
Bambang mengimbau agar HM Fadillah untuk segera menyerahkan diri dan menghadap kepada tim penyidik guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Ingat, tidak ada tempat yang aman bagi para buronan,” tegas Bambang.
Bambang menjelaskan, sebelumnya Budhi Syahputra, Tersangka dugaan Korupsi pembangunan sungai enok. Ia merupakan mantan Direktur PT Bonai Riau Jaya (BRJ). Lalu, HM Fadillah Akbar yang merupakan Direktur PT BRJ perusahaan itu adalah rekanan yang mengerjakan proyek tersebut.
Pada Kamis (7/9) kemarin, keduanya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Namun saat itu, hanya Budhi yang hadir memenuhi panggilan penyidik, sementara HM Fadillah mangkir.
Di hari yang sama, penyidik menetapkan keduanya sebagai tersangka, dan langsung melakukan penahanan terhadap Budhi Syaputra dan menitipkannya di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.
Sementara, HM Fadhillah tidak hadir memenuhi panggilan penyidik, atas hal tersebut, Korps Adhyaksa itu akhirnya menetapkan HM Fadillah sebagai DPO.
Ditambahkan Bambang, modus yang dilakukan para tersangka. Yakni bermula setelah pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Inhil pada tanggal 17 Mei 2012, dimana HM Fadillah dan Budhi Syaputra melengkapi persyaratan lelang/tender.
“Selanjutnya tersangka BS bersama-sama dengan tersangka HMF membantu mencarikan personel fiktif,” kata Bambang belum lama ini.
Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, keduanya membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat. Hasilnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.
“Tersangka HMF masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan,” beber Bambang.
Setelah itu keduanya membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen Kontrak / Addendum I dan II sebesar Rp14.826.029.360 (17 Juli 2012 s/d 31 Desember 2012), Berita Acara (BA) Negosiasi dan BA Penyerahan Lapangan.
Dalam pelaksanaan pekerjaan, tersangka Budhi merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan, dan Budhi juga yang membeli barang-barang material proyek.
Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka HM Fadillah dengan memalsukan tanda tangan saksi H. Setelah uang tersebut masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan olehnya sejumlah Rp1.374.000.000 pada tanggal 4 Januari 2013 atau setelah pekerjaan selesai.
“Menurut Ahli Fisik ITB (Institut Teknologi Bandung, red) dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak / addendum I dan II. Sehingga menurut auditor BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, red) telah terjadi kerugian keuangan negara sejumlah Rp1.842.306.309,34,” imbuh Bambang.
“Terhadap kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP,” tutup Bambang.***