BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Dalam rangka memperingati ulang tahun komitmen Sustaineble Management Forest Policy (SMFP) yang digelar oleh Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), mereka merilis, sepanjang tahun 2014 ada bebera wilayah yang terbukti bermasalah dengan RAPP. Kasus ini kembali membuktikan bahwa APRIL tidak serius menjalankan komitmen tersebut.
Â
Berikut Daerah-daerah yang ditemukan aktifitas pelanggaran terhadap komitmen SMFP oleh RAPP-APRIL
Â
1. KEPULAUAN MERANTI
Â
Berdasarkan temuan GMGR Pada akhir bulan Febuari 2014 PT.RAPP yang merupakan grup APRIL, melakukan penebangan hutan alam, penggalian kanal, penyerobotan lahan kelola masyarakat dan melakukan land clearing di areal gambut dalam di wilayah Desa Bagan Melibur.Â
Â
Padahal Desa Bagan Melibur sudah dikeluarkan dari areal konsesi PT. RAPP sesuai dengan SK. 180/Menhut-II/2013 atas Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri PT. RAPP.
Â
“Hal ini jelas bertolak belakang dengan komitmen APRIL dalam melakukan moratorium pada kawasan gambut yang berupa penggalian kanal dan kegiatan-kegiatan infrastrukturnya,” ujar Sekjen JMGR Isnadi Esman.
Â
Meski Tim Terpadu telah dibentuk untuk menyelesaikan kasus tersebut, PT RAPP tetap melanjutkan menebang hutan alam dan menggali gambut untuk kanal dengan pengawalan Brimob pada Sabut 17 Mei 2014, berujung pada warga dipukul oleh Brimob karena meminta PT RAPP menghentikan operasionalnya.
Â
Aris Fadila (45 tahun), seorang warga Kelurahan Teluk Belitung-Pulau Padang  yang ikut berunjuk rasa dipukul bagian telinga kanannya oleh Brimob. Atas aksi tersebut, tim terpadu Pada 22 Mei 2014 turun ke lapangan bersama Pemkab Kepulauan Meranti diwakili Dinas Kehutanan, Tata Pemerintahan (Tapem), BPN Kepulauan Meranti, Camat Merbau, perwakilan Desa Mayang Sari, perwakilan Desa Lukit dan Pihak PT RAPP.
Â
“PT RAPP bersikukuh hutan alam yang mereka tebang bagian dari konsesinya. Demikian juga yang terjadi di Kelurahan Teluk Belitung yang akhir-akhir ini mencuat persoalan konflik batas konsesi dengan PT. RAPP,” tambahnya.
Â
2. KABUPATEN PELALAWAN
Â
Menyangkut komitmen dalam tanggung jawab sosial dimasyarakat, APRIL dinilai belum mampu menerapkan kebijakanya terhadap perusahaan di bawahnya seperti PT. RAPP di Kabupaten Pelalawan. Persoalan tanaman kehidupan untuk masyarakat di Desa Pulau Muda, Teluk Meranti, Teluk Binjai dan Desa Petodaan hingga kini tidak kunjung terselesaikan padahal PT. RAPP sudah panen akasia, sementara kewajiban sosialnya terhadap masyarakat tetap terabaikan.
Â
Komitmen APRIL tentang penghentian penggunaan bahan baku kayu alam yang baru akan mereka hentikan pada tahun 2019 juga menjadi fakta bahwa tidak ada keseriusan dalam komitmen kebijakan mereka, karena jika melihat kondisi hutan alam di Riau saat ini tersisa sangat sedikit, yang tinggal hanya dikawasan lindung dan hutan alam yang sebagian sudah dibebani izin sehingga jika APRIL baru akan menghentikan penebangan hutan alam pada 2019 maka saat itu hutan di Riau sudah habis.Â
Â
3. KABUPATEN SIAK
Â
Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Siak di mana desa-desa yang berada disekitar konsesi atau bahkan didalam konsesi tidak menerima kontribusi yang berarti seperti yang dialami Desa Muara Bungkal, Desa Penyengat dan Lubuk Jering, bahkan tindakan PT RAPP dengan menebangi pohon-pohon Sialang di Desa Lubuk Jering Kecamatan Sungai Mandau berakibat hilangnya sumber kehidupan masyarakat berupa madu lebah sialang.Â
Â
“Inipelanggaran hak hidup masyarakat dan suatu tindakan pengingkaran atas komitmen kebijakanya sendiri,” lanjut Isnadi.
Â
Berangkat dari fakta-fakta lapangan ini JMGR menegaskan bahwa komitmen tentang pengelolaan hutan secara berkelanjutan (Sustainable) yang diusung dalam komitmen APRIL tidaklah berorientasi kepada keberlanjutanya (Sustainable) kehidupan masyarakat, namun lebih mementingkan peningkatan kapasitas perusahaanya.Â
Â
Hal ini terbukti dengan PT. RAPP yang memiliki lahan konsesi 338.536 ha, di mana 53% atau 179.000 ha di antaranya berada di lahan gambut, dengan kapasitas produksi kertas 820.000 ton dan produksi pulp 2,8 juta ton/tahun ini, pada tahun 2015 menargetkan, untuk meningkatkan jumlah negara tujuan ekspor dari 75 negara menjadi 85 negara tujuan ekspor, termasuk pasar ekspor Uni Eropa, sementara persoalan kerusakan hutan gambut dan sosial berupa konflik dan sengketa yang masih terus terjadi tidak menjadi konsen utama untuk diselesaikan sebagai mana yang tertuang didalam komitmennya.
Â
Terkait komitmen SFMP APRIL ini, perlu evaluasi grup APRIL untuk menerapkan SFMP yang melibatkan para pemangku kepentingan dan menghargai hak – hak masyarakat. Dan Pemerintah harus mengambil peran penting dalam memonitoring dan menjamin terlaksanaya kebijakan ini karena perizinan atas HTI yang diberikan kepada Korporasi.Â
Â
Pemerintah tidak hanya sebatas mengeluarkan izin kemudian menganggap selesai tidak ada masalah yang muncul, walaupun komitmen APRIL hanya bersifat volunteri atau suka rela namun ini menyangkut hak hidup masyarakat sebagai warga negara. Selain dari pada itu pemerintah juga harus fokus dalam meninjau perizinan (Hutan Tanaman Industri) HTI terutama yang berada di wilayah gambut.(melba/rls)
Â