BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Tsunami Aceh tahun 2004 silam kembali menuai perbincangan dengan mengaikan fenomena itu akibat ulah nuklir — dari rekayasa senjata thermonuklir negara adidaya untuk tujuan tertentu.
Kabar ini pun mendapat respon dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika [BMKG]. Kepala bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, membantah spekulisi itu.
Adapun jawaban yang dilontarkan, dia menegaskan fenomena tsunami telan banyak korban jiwa itu dipicu oleh gempa tektonik — pergeseran lempeng bumi.
Mengutip CNNIndonesia.com dia juga membeberkan beberapa fakta, diantaranya;
ada fase gelombang badan.
Data rekaman getaran tanah dalam seismogram menunjukkan adanya rekaman gelombang badan (body) berupa gelombang P (Pressure) yang tercatat tiba lebih awal dibandingkan gelombang S (Shear) yang datang berikutnya, yang selanjutnya diikuti oleh gelombang permukaan (surface).
“Munculnya fase-fase gelombang body ini menjadi bukti kuat bahwa gempa dan tsunami Aceh dipicu oleh aktivitas tektonik, bukan ledakan nuklir,” kata Daryono.
Fakta lainnya adanya patahan batuan. Daryono menuturkan deformasi terjadi di Samudra Hindia sebelah barat Aceh sebelum tsunami. Hal itu tampak dari munculnya gelombang S (Shear) yang kuat pada seismogram.
Itu menunjukkan adanya proses pergeseran (shearing) yang terjadi secara tiba-tiba pada kerak bumi akibat terjadinya patahan batuan dalam proses gempa tektonik, bukan akibat ledakan nuklir.
Fakta selanjutnya yakni gempa tektonik. Deformasi dasar laut di Samudra Hindia sebelah barat Aceh pada 26 Desember 2004 adalah gempa tektonik.
Hal itu dibuktikan dengan adanya variasi bentuk awal gelombang P berupa gerakan kompresi (naik) dan dilatasi (turun) pada seismogram yang tercatat di stasiun-stasiun seismik BMKG.
Jika sumbernya ledakan nuklir, maka semua catatan seismogram di berbagai stasiun seismik diawali dengan gerakan naik (kompresi) pada gelombang P tersebut.
Semua itu telah berproses sejak 2002. Gempa tektonik yang memicu tsunami di Aceh tidak terjadi dengan tiba-tiba, melainkan melalui proses terjadinya gempa pembuka (foreshocks) yang sudah muncul sejak Gempa Simeulue 7,0 pada 2 November 2002.
Sejak itu, terjadilah serangkaian gempa kecil yang terus menerus terjadi yang merupakan gempa pendahuluan hingga puncaknya terjadi gempa berkekuatan 9,2 pada 26 Desember 2004 pukul 08.58.53 WIB.
Fenomena gempa pendahuluan yang sudah terjadi sejak 2 tahun sebelumnya dinilai merupakan bukti kuat bahwa gempa Aceh 2004 tidak dipicu ledakan nuklir, tetapi gempa tektonik dengan tipe gempa pendahuluan (foreshocks), lalu gempa utama (mainshock), kemudian gempa susulan (aftershocks).
Daryono menyampaikan gempa Aceh 2004 membentuk jalur rekahan (rupture) di sepanjang zona subduksi (line source), dari sebelah barat Aceh di selatan hingga Kepulauan Andaman-Nicobar di utara sepanjang sekitar 1500 km.
Kondisi itu adalah bukti bahwa rekahan gempa tektonik terjadi di segmen megathrust Aceh-Andaman.
Rekahan panjang yang terbentuk di sepanjang jalur subduksi lempeng itu adalah bukti bahwa deformasi dasar laut yang terjadi bukan disebabkan oleh ledakan nuklir.
“Karena jika ledakan nuklir maka deformasi yang terbentuk secara terpusat di satu titik (point source) dan tidak berupa jalur (line source),” katanya.
Daryono menegaskan bukti bahwa guncangan dahsyat di Aceh 2004 dipicu gempa tektonik adalah munculnya serangkaian gempa susulan yang sangat banyak di sepanjang jalur Megathrust Andaman-Nicobar pasca gempa utama.
Dia menilai perubahan data magnitudo dan posisi episentrum gempa Aceh 2004 adalah hal biasa dalam analisis penentuan parameter gempa. Hal itu akibat adanya pemutakhiran data akibat bertambahnya data seismik yang masuk dan digunakan untuk dianalisis oleh petugas di lembaga monitoring gempa.
Semakin banyak data gempa yang digunakan maka hasil parameter gempa makin stabil dan akurat hingga diperoleh hasil final.
Demikian juga adanya perubahan episenter Gempa Aceh 2006, disebabkan oleh adanya proses rekahan pada sumbar gempa yang bertahap dan terjadi dalam kawasan yang memanjang dari barat Aceh hingga Kepulauan Andaman-Nicobar. (bpc2)