BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Genderang sebuah gerakan nasonalisme Melayu di Kerajaan Riau-Lingga sudah ditabuh. Corak perlawanannya passive resistence, menggunakan simbol-simbol boikot dan aksi penolakan yang bersifat halus. Pemerintah Belanda sebut itu perlawanan pasif.
Dalam sebuah buku berjudul: Sejarah Melayu, Ahmad Dahlan menuliskan kalau perlawanan pasif itu kemudian dipopulerkan oleh Mahatma Ghandi di India antara tahun 1916-1948 itu, sesungguhnya sudah dimulai 4 tahun lebih awal di Kerajaan Riau-Lingga.
“Apa yang sudah dilakukan oleh cendikiawan Rusydiyah Club dan Kerajaan Riau-Lingga itu patut dicatat sebagai prestasi gemilang dan harusnya dapat disetarakan dengan perjuangan Ghandi di India pada era sesudahnya,” ujarnya dalam tulisan itu.
Baca:Â Edisi Khusus Kemerdekaan (Bagian 4): Oposisi Dewan Kerajaan Goyahkan Belanda
Dalam aturan Pemerintah Belanda Kerajaan Riau-Lingga harus mengibarkan bendera Belanda, baik di istana maupun di kapal kerajaan. Peraturan ini keluarkan Belanda karena kerajaan Riau-Lingga diposisikan sebagai daerah pinjaman kepada Sultan mengacu pada penaklukkan negeri Melayu oleh Belanda pada 1784. Ini sesuai dengan isi dalam lampiran surat yang dikirim oleh Residen Riau, Hoogkamer kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda, tanggal 30 Agustus 1900.
“Berkaitan dengan masalah keharusan mengibarkan Bendera Belanda ini dapat dengan mudah ditelusuri dalam arsip surat-surat Residen Riau kepada Sultan Kerjaan Riau-Lingga yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia di Jakarta,” sambung Dahlan.
“Seperti surat Residen Riau W. C. Hoogkamer kepada Sultan Abdul Rahman (Nomor 1270/i/68, Tanggal 3 Mei 1900). Kemudian surat Residen Riau, W. A. de Kanter kepada Sultan Abdul Rahman (Nomor 3043/177, Tanggal 7 Desember 1904) soal pengibaran bendera Belanda ketika lewat kapal Rusia,” sambungnya.
Sultan dan pihak istana selalu mengingkari peraturan tersebut. Perlawanan pasif ini bahkan sempat menggoyang Raad van Indie karena para cendikiawan di Rusydiyah Club telah menggiring istana untuk melakukan pembangkangan dengan cara tidak menaikkan Bendera Belanda di kapal kerajaan.
“Masalah ini Kemudian dilaporkan oleh Residen Riau A. L. van Hasselt kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia dengan penyebut bahwa Sultan Abdul Rahman adalah seorang pembangkang yang dikelilingi oleh anggota-anggota verzet party dan berhaluan keras,” tulisnya. (bpc3)
Bersambung ke bagian 6…