Pekerja merupakan aset bangsa. Oleh karena itu Negara (baca: Pemerintah) wajib hadir memproteksi dan menjamin agar haknya terpenuhi. Bukan semata mengharapkan produktivitas mereka untuk menumbuhkembangkan ekonomi dan menambah devisa.
Bicara pekerja, selain di dalam negeri juga yang cari nafkah ke luar negeri. Perlakuan mesti setara. Boleh dibilang sumbangsih Pekerja Migran Indonesia (PMI) terhadap negara sangat signifikan. Menurut data, di tahun 2022 devisa melalui remitansi mencapai Rp139 triliun. Angka barusan bukan jumlah kecil. Bahkan terbesar kedua setelah sektor Migas.
PMI ikut berperan mengurangi pengangguran dan meningkatkan daya ungkit ekonomi daerah asal. Selain pahlawan devisa dan membantu perekonomian, mereka juga duta promosi imej positif terkait Indonesia. Baik adat, budaya, potensi kuliner dan pariwisata.
Menimbang kontribusi tadi, sudah sepantasnya mereka diberi perhatian serius. Secara seremonial, negara telah mengakui Hari Buruh Migran Internasional yang diperingati setiap 18 Desember dan menyemarakan. Adapun tema peringatan Hari Migran Internasional 18 Desember 2023 yakni “Pekerja Migran Indonesia, Kreatif Berdaya, Keluarga Bahagia, Indonesia Jaya”.
Di sisi regulasi, kendati muatan UU Nomor 18 tahun 2017 tentang perlindungan PMI terbilang baik dan mendetail, namun pelaksanaan belum maksimal. Upaya perwujudan perlindungan pekerja maupun PMI masih dihantui berbagai kendala. Dalam tataran kebijakan beserta pendekatannya belum komprehensif. Kendala paling mengemuka di peraturan teknis.
Setakad ini belum rampung, berikut kebijakan turunannya. Di tingkat pusat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR-RI melalui Wakil Ketua Komisi IX terus mendorong dan meminta Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) sesegera mungkin menyelesaikan aturan turunan UU. Supaya perlindungan PMI lebih sempurna. Kita berharap komitmen sama diterapkan sampai ke daerah.
Termasuk Provinsi Riau yang mana hotspot pekerja migran. Apalagi Riau bertetangga dengan sejumlah negara kayak Malaysia dan Singapura. Tingginya antusias masyarakat ingin bekerja ke negara tetangga membawa efek samping. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat sedikitnya 586 orang pekerja migran ilegal digagalkan keberangkatannya dari Riau ke negara tujuan sejak Januari hingga Oktober 2023.
Pelaksana Tugas Deputi Penempatan dan Pelindungan kawasan Eropa dan Timur Tengah BP2MI Brigjen Polisi Dayan Victor Imanuel Blegur menyebut bahwa, wilayah perbatasan perairan yakni Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir dan Kepulauan Meranti sering dimanfaatkan sindikat mengirim pekerja migran ilegal.
Proteksi
Proteksi negara disinggung di atas tentu bukan bermaksud melindungi pekerja ilegal. Sebab jelas-jelas salah. Pemerintah mengharuskan seluruh PMI menempuh jalur resmi. Sehingga terhindar dari risiko yang membahayakan semisal Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan lain-lain. Secara regulasi sebenarnya sudah memadai.
Peraturan Presiden (Perpres) 69/2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan (PP TPPO) kemudian diperbarui Perpres 22/2021 cukup jelas memberi arahan. Dilengkapi Perpres 19/2023 Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan TPPO 2020-2024 (RAN PP TPPO) sebagai kerangka kerja koordinatif Gugus Tugas PP TPPO. Kini terpulang pada komitmen. Cukup sudah tragedi menimpa saudara kita entah itu kembali dalam wujud jenazah, sakit, depresi, hilang ingatan atau cacat. Sekali lagi, membahas fenomena pekerja migran tak bisa memandang satu sisi saja. Melibatkan banyak aspek.
Meningkatnya angka pekerja migran ilegal dilatarbelakangi beragam pemicu. Pertama keterbatasan pengetahuan masyarakat baik itu bahaya TPPO, informasi tata cara dan prosedur menjadi pekerja migran. Kedua, bicara derasnya arus pekerja ke luar tak lepas dari kondisi di dalam negeri.
Mengacu ke laporan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), PMI korban TPPO dipicu tuntutan hidup (pekerjaan). Sulitnya lapangan kerja di dalam negeri sering bikin frustasi. Akhirnya memilih mengadu nasib ke negeri seberang. Semakin dilematis mengingat PMI banyak berasal dari desa. Kalau dulu desa berjaya sektor perkebunan dan pertanian, sekarang mulai ditinggalkan.
Mahalnya pupuk dan minimnya dukungan Pemerintah menyebabkan sektor-sektor tadi dianggap tidak lagi efisien, efektif dan bernilai ekonomi. Idealnya bertambahnya dana desa dapat dipakai guna merevitalisasi produktivitas desa yang kian merosot. Dengan begitu desa tidak ditinggalkan.
Kolaborasi
Berdasarkan pemaparan, perlu kolaborasi segenap pemangku kepentingan. Tindakan ditempuh hulu ke hilir. Hulu berupa pencegahan, hilir penanganan korban. Pencegahan diharapkan antara lain mendorong pembangunan ekonomi melalui usaha mikro, kecil, dan menengah di perdesaan; gerakan pendidikan pemberdayaan perempuan mandiri; serta program pendidikan kecakapan kerja dan pendidikan keterampilan wirausaha.
Makanya ini pekerjaan besar. Sulit andalkan lembaga dan kementerian saja. Peran daerah penentu. Dalam konteks daerah, Riau boleh dibilang tempat keluar masuk PMI dan TKI.
Menimbang daerah dianugerahi perbatasan laut. Asisten I Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Riau Masrul Kasmy saat menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Lintas Sektoral Penanganan dan Pencegahan TPPO PMI di Lintas Perbatasan Laut menyatakan bahwa Riau salah satu garda terdepan memerangi TPPO yang sebagian besar menyasar PMI.
Keberadaan aturan turunan di tingkat daerah diyakini bakal membantu. Sejumlah daerah seperti Jawa Timur, Jawa Barat dan seterusnya sudah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) pelaksanaan pelindungan pekerja migran Indonesia.
Memang Riau condong tempat transit pekerja migran daerah lain. Namun bukan berarti masyarakat Riau yang bekerja ke luar sedikit. Toh nyebrang modal kapal sampai ke negara tetangga.
Urgensi nyata aturan turunan agar ada upaya memfasilitasi warga yang memilih bekerja ke luar negeri lewat penguatan kualitas SDM. Selama ini tren penempatan PMI tahun ke tahun meningkat. Tetapi menurut data 54 persen tingkat pendidikan PMI adalah SMP ke bawah. Disinilah pentingnya optimalisasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kerja oleh LPK milik Pemerintah Provinsi dan/atau swasta yang terakreditasi.
Masyarakat boleh pekerja migran asal memenuhi syarat kompetensi, keterampilan dan bersertifikasi. Berikutnya peran Pemda memperhatikan anak pekerja migran. Di tingkat pusat ada program Desa Migran Produktif (Desmigratif) menyediakan layanan pengasuhan bagi anak pekerja migran Indonesia (PMI).
Program pengasuhan anak PMI tersebut berbasis komunitas yang secara bersama-sama ikut peduli terhadap masa depan anak-anak ditinggal orang tuanya bekerja ke luar negeri. Dengan demikian anak terasuh baik. Konsep ini tentunya tak asing. Model tradisional kehidupan bangsa kita, persis kehidupan di kampung dulu dimana saling peduli ke anak tetangga.
Kita membutuhkan program berorientasi sama di daerah. Pemberdayaan menyasar daerah kantong pekerja migran, membantu memastikan tumbuh kembang anak-anak pekerja migran yang ditinggal orang tuanya, memastikan PMI disertai kemampuan dan wawasan dasar perihal negara tujuan, serta paling utama mengembalikan produktivitas desa ketimbang dana desa dipakai cuman untuk proyek mercusuar.
Terakhir, atensi negara ke PMI dan pekerja secara umumnya jangan dianggap beban atau sebatas menggugurkan kewajiban konstitusi. Pandanglah ini misi mulia. PMI telah membantu begitu banyak. Disamping mengurangi kewajiban penyediaan lapangan pekerjaan yang seharusnya diemban oleh negara, mereka pun membawa uang ke dalam negeri.
Dr. (H.C.) H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM – Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau
Seluruh materi dalam tulisan ini adalah tanggung jawab penulis.