BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Jika rencana Tiongkok akan mengembangkan bunga matahari untuk mengurai ketergantungan minyak nabati pada CPO benar terealisasi, maka ekonomi Riau berpotensi anjlok.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, Aden Gultom menjelaskan, Tiongkok salah satu negara pengimpor CPO terbesar dari Riau untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati di negara itu.
“Sasaran ekspor terbesar CPO Riau itu India dan Tiongkok. Sementara yang menopang perekonomian Riau yakni migas, pertambangan dan perkebunan. Apalagi sekarang Tiongkok sedang mengembangan bungan matahari untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati, pastinya akan berimbas pada ekonomi Riau,” katanya, Jumat, 5 April 2019.
Dia menjelaskan, kebijakan Uni Eropa yang dianggap mendiskriminasi sawit memang berpengaruh terhadap kondisi sawit nasional. Namun jika ditarik lebih spesifik untuk Riau, kebijakan Uni Eropa terhadap sawit hanya sedikit pengaruhnya. Sebab sawit di Riau sangat bergantung dengan pasar India dan Tiongkok.
“Sebenarnya Riau enggak. Kalaupun ada kebijakan Uni Eropa, kemungkinan yang akan berpengaruh itu Sumut, karena di sana dan PT. London Sumatera (Losum). Apalagi sekarang Tiongkok sedang membangun bunga matahari, ini sangat membahayakan sawit di Riau,” ungkapnya.
Sementara untuk India, ujar Aden, negara itu mengeluarkan kebijakan yang berbeda atara sawit Riau dan sawit asal Malaysia. Intinya, sawit dari Malaysia lebih dipermudah untuk berlabuh ke negara itu ketimbang sawit dari Indonesia.
BPS Provinsi Riau mencatat perkembangan ekspor dan impor Provinsi Riau Februari 2019 sebesar 927.48 juta dolar, mengalami penurunan 6,21 persen dibanding ekspor Januari 2019. Sementara ekspor non migas pada periode sama sebesar 853.92 juta dolar, mengalami penurunan 9,92 persen dibanding ekspor non migas Januari 2019. Kontribusi seluruh ekspor Riau terhadap nasional sebesar 7,40 persen.
Secara kumulatif nilai ekspor Riau Januari-Februari 2019 sebesar 1.92 miliar dolar atau mengalami penurunan sebesar 29,65 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, demikian juga ekspor non migas sebesar 1.80 miliar dolar, mengalami penurunan sebesar 20,67 persen. (bpc3)