BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — BBPOM di Pekanbaru dan sejumlah instansi terkait telah mendapat salinan edaran yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan mengenai kasus gagal ginjal misterius pada anak yang disebabkan oleh sirup paracetamol.
Kepala BPOM Pekanbaru Yosef Dwi Irwan menjelaskan, hal itu sesuai surat edaran BPOM RI tentang isu obat sirup yang berisiko mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
“Sebelumnya BPOM telah menyampaikan penjelasan mengenai sirup obat untuk anak yang terkontaminasi DEG dan EG di Gambia, Afrika, pada Rabu, 12 Oktober 2022 yang dapat diakses melalui tautan laman BPOM RI,” katanya dalam keterangan resmi.
Yosef menyampaikan, sesuai informasi dari pihak WHO, produk obat sirup yang ditarik tersebut diproduksi India. Dimana, terdapat empat jenis yang mengandung bahan berbahaya yakni Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.
“Keempat produk tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India,” jelas Yosef.
Setelah diketahui berdampak pada kesehatan anak, baru-baru ini empat produk tersebut telah ditarik pemerintah Gambia.
“Produk produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India itu, tidak terdaftar di BPOM dan tidak beredar di Indonesia,” ungkap Yosef.
Paska dinyatakan tidak terdaftar, BPOM langsung melakukan pengawasan secara komprehensif pre-dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia.
Pengawasan ini lanjutnya, sesuai aturan yang berlaku dan persyaratan registrasi produk obat, yang menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG.
“Zat EG dan DEG ini dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan. Sehingga BPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional,” ujar Yosef.
Yosef mengatakan, sesuai penjelasan Kementerian Kesehatan untuk penyebab terjadinya gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) belum diketahui dan masih memerlukan investigasi lebih lanjut bersama BPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan pihak terkait lainnya.
Sejalan dengan proses investigasi yang dilakukan, sebut Yosef, saat ini BPOM juga mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pasca penggunaan obat sebagai bagian dari pencegahan kejadian tidak diinginkan yang lebih besar dampaknya.
“BPOM juga berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan pihak terkait lainnya dalam rangka pengawasan keamanan obat (farmakovigilans) yang beredar dan digunakan untuk pengobatan di Indonesia,” lanjut Yosef.
Di samping itu, BPOM juga melakukan langkah penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG.
“Saat ini BPOM sedang melakukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi, dari hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut,” sebut Yosef.
Maka, sebut Yosef, jika nantinya ditemukan produk yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat cara pembuatan obat yang baik (CFOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan izin edar dan/atau pencabutan izin edar.
Sambil menunggu hasil pengujian, Yosef meminta seluruh industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, dapat melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan.***[Melba]